Dakwaan Jaksa Gugur karena Daluwarsa dan Tidak Cermat, Eksepsi Penasihat Hukum Deniel Candra

Frandy Septior Nababan SH (kanan) dan rekan, penasihat hukum terdakwa Deniel Candra, ketika memberikan keterangan. -Ist/Jambi Independent -Jambi Independent

SENGETI – Tim penasihat hukum Terdakwa Deniel Candra bin Usman (Alm), yang sedang menjalani proses hukum atas dugaan pemalsuan dokumen tanah, secara resmi mengajukan keberatan/eksepsi atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Negeri Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, baru-baru ini.

Dalam eksepsi yang dibacakan, tim hukum dari Pranata Law Firm menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum cacat formil dan materil, serta dinilai tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat (2) huruf b KUHAP karena tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana.

Frandy Septior Nababan, SH, salah seorang penasihat hukum terdakwa Deniel Candra, menerangkan, bahwa perkara yang menjerat Deniel Candra berkaitan dengan dokumen sporadik atas tanah yang dibuat pada tahun 2011. 

Sementara dakwaan baru diajukan ke pengadilan pada tahun 2025, yang berarti telah melampaui tenggang waktu daluwarsa selama 12 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Ayat (1) angka 3 KUHP jo Pasal 79 KUHP.

BACA JUGA:Pejabat Pemkot Jambi Diperiksa Kejaksaan, Dugaan Korupsi Pembangunan Mall JCC

BACA JUGA:Viral Hina Presiden dan Tantang Aparat, Pemilik Sumur Minyak Ilegal Supatman Diperiksa Polisi

Mengutip Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2224 K/Pid/2009, penasihat hukum menegaskan bahwa waktu daluwarsa dalam perkara pemalsuan surat dihitung sejak hari setelah perbuatan dilakukan, bukan dari saat kerugian muncul atau diketahui.

“Jaksa menyebutkan peristiwa pidana terjadi sekitar tahun 2016 dan 2017, namun dokumen yang menjadi pokok perkara dibuat pada 2011. Dengan demikian, penuntutan telah lewat dari masa 12 tahun yang ditentukan undang-undang,” ungkap Frandy dalam persidangan.

Selain menyangkut daluwarsa, tim hukum juga menyoroti ketidakjelasan pihak yang dirugikan dalam dakwaan. Jaksa dinilai telah secara sepihak menyimpulkan bahwa pelapor, Herman Trisna, tidak dapat menguasai tanah karena tindakan terdakwa. 

Padahal, menurut penasihat hukum, status hukum kepemilikan tanah Herman Trisna belum jelas, mengingat tidak ada uraian yang lengkap mengenai proses jual-beli yang sah sesuai hukum adat maupun hukum negara.

“Dalam hukum adat, sahnya jual beli tanah harus dilakukan secara terang dan tunai di hadapan kepala desa. Hal ini tidak diuraikan secara tegas dalam dakwaan. Maka dari itu, belum dapat dikatakan terjadi peralihan hak atas tanah kepada Herman Trisna,” tegas penasihat hukum Deniel Candra.

Lebih lanjut, penasihat hukum menilai bahwa dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum cenderung mengaburkan fakta hukum dan bersifat rekayasa perkara, karena menggiring opini seolah-olah klien mereka melakukan pemalsuan tanpa terlebih dahulu menyelesaikan aspek keperdataan terkait kepemilikan tanah.

“Seharusnya Jaksa membuktikan siapa yang paling berhak atas tanah tersebut sebelum menganggap adanya unsur pidana. Tanpa dasar itu, klaim kerugian tidak berdasar secara hukum,” tegasnya dalam sidang, Rabu 21 Mei 2024.

Atas dasar tersebut, penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim agar menerima dan mengabulkan eksepsi mereka serta menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum gugur secara hukum, dan membebaskan Terdakwa Deniel Candra dari segala dakwaan. (ira)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan