UNJA Fasilitasi Peserta Difabel di SMM-PTN Barat 2025, Gilang Ramadhan Ikuti Ujian dengan Pendampingan Khusus

Dengan pendampingan, Gilang Ramadhan mengikuti tes SMM-PTN diruang khusus yang difasilitasi Universitas Jambi.-JAMBIKORAN.COM/HO-UNJA-

JAMBI, JAMBIKORAN.COM – Universitas Jambi (UNJA) menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan inklusif dengan menyediakan ruang ujian khusus bagi Gilang Ramadhan, peserta Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMM-PTN) Barat 2025 yang merupakan penyandang autisme.

Ujian berlangsung di Laboratorium Komputasi Sains UNJA, tempat Gilang menjalani tes dengan pendampingan sesuai kebutuhannya.

Gilang merupakan siswa berkebutuhan khusus asal Jambi dan menjadi peserta difabel pertama dalam seleksi jalur afirmasi tahun ini di UNJA. Ia memilih Program Studi Administrasi Pendidikan sebagai pilihan utama.

Wakil Rektor Bidang Akademik UNJA, Prof. Dr. Hafrida, S.H., M.H., menyatakan bahwa pihak kampus telah menyiapkan jalur afirmasi khusus sebagai bagian dari implementasi pendidikan inklusi.

BACA JUGA:Kaesang Sebut Banyak Tokoh Besar akan Bergabung dengan PSI

BACA JUGA:Putri Gusdur Kritik Fadli Zon, Karena Sangkal Aksi Pemerkosaan Mei 1998

“Melalui SK Rektor, jalur afirmasi untuk penyandang disabilitas resmi disiapkan. Tahun ini, dua peserta dari SLB se-Provinsi Jambi kami fasilitasi sesuai kebutuhan masing-masing.

Ini bukti bahwa kami berkomitmen memberikan kesempatan yang setara,” ujar Prof. Hafrida.

Permohonan ruang ujian khusus diajukan oleh pihak SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, tempat Gilang menempuh pendidikan.

Koordinator pemantau lulusan SLB, Ika Noor Hidayati, menjelaskan bahwa kondisi autisme Gilang membutuhkan lingkungan ujian yang tenang dan minim gangguan.

BACA JUGA:Output Kerja Tetap Harus Terukur, Kebijakan WFA bagi ASN

BACA JUGA:Dua Kali Diteror Bom dalam Seminggu, Pesawat Saudia Airlines Mendarat Darurat di Bandara Kualanamu

“Lingkungan sekitar sangat memengaruhi emosi Gilang. Kami mengajukan ruang khusus agar dia lebih nyaman saat mengerjakan soal. Kemampuan akademiknya juga sudah kami telaah bersama wali kelas sebelum mendaftar,” jelas Ika.

Ia juga menegaskan bahwa dukungan dari lingkungan kampus sangat dibutuhkan, terutama dalam fase adaptasi mahasiswa baru.

“Bukan untuk diistimewakan, tapi teman-temannya perlu memahami bahwa proses adaptasi Gilang akan membutuhkan waktu. Pemahaman lingkungan itu sangat penting,” tambahnya.

Wali kelas Gilang, Ibu Ulfa, menuturkan bahwa di balik keterbatasannya, Gilang memiliki keunggulan di bidang teknologi.

BACA JUGA:400 Dusun Belum Dialiri Listrik, Mayoritas Berada di Sarolangun, Tanjab Barat, dan Tanjab Timur.

BACA JUGA:Maulana: Jangan Takut Rugi!, Pesan untuk Pemuda-Pemudi Kreatif

“Dia sangat mahir menggunakan program seperti Microsoft Word, Canva, dan Corel Draw. Bahkan, dia pernah menjalani magang di tempat sablon. Semangat belajarnya sering jadi motivasi bagi teman-teman lain,” kata Ulfa dengan bangga.

Gilang adalah anak kedua dari pasangan Hariyanto, penjaga sekolah, dan Irma, seorang guru. Perjalanan pendidikannya dimulai dari SLB, lalu sempat melanjutkan ke MTs, sebelum kembali ke SLB saat SMA.

Sang ibu, Irma, menceritakan berbagai tantangan yang mereka hadapi dalam mendukung Gilang hingga bisa ikut ujian masuk perguruan tinggi.

“Waktu mendaftar ke SMA berbasis pesantren, kami ditolak karena dia autis. Jadi saya siapkan materi belajarnya lewat screenshot dari Google karena keterbatasan buku. Suaminya yang mendorong semangat: ‘Ayo kita ikut tes,’” ungkap Irma.

BACA JUGA:Tiga Kabupaten Masuk Zona Rawan Karhutla

BACA JUGA:Perkuat Transparansi Layanan Publik, Pemkot Jambi Tekankan Komitmen Akuntabilitas

Meskipun masih membutuhkan perhatian khusus, Gilang sudah terbiasa melakukan banyak hal secara mandiri. Namun, Irma juga menjelaskan bahwa Gilang memiliki pantangan terhadap makanan tertentu seperti gula dan cokelat karena bisa memicu perubahan emosi.

“Kalau sedang marah, nada bicaranya tinggi. Tapi dia sudah bisa cuci baju sendiri, bersih-bersih, dan mandi sendiri,” tuturnya.

Setelah ujian, Gilang mengungkapkan perasaannya dengan singkat namun tulus.

“Capek, susah. Tapi senang bisa ikut. Kapan-kapan tahun ini bisa masuk UNJA. Kalau nggak lulus, nggak apa-apa,” kata Gilang.

Langkah UNJA dalam memberikan ruang dan pendampingan khusus ini menjadi cerminan dari semangat pendidikan tinggi yang inklusif dan ramah difabel. Diharapkan, langkah ini membuka peluang lebih luas bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus lainnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan