Petani di Muaro Jambi Tolak Disebut Perambah, Tuntut Pengakuan Hak Atas Lahan

Ilustrasi sawit--
JAMBI, JAMBIKORAN.COM - Puluhan petani sawit di Kecamatan Bahar Selatan, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, mengaku resah akibat pemasangan patok di kebun mereka oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Para petani menyatakan bahwa lahan yang dipatok tersebut telah mereka garap secara mandiri selama puluhan tahun dan memiliki dokumen legal sebagai bukti kepemilikan.
Keresahan ini mencuat dalam Kongres Nasional V Serikat Petani Indonesia (SPI) yang digelar di Asrama Haji Jambi, Selasa (22/7).
Salah seorang perwakilan warga, Mulyadi, menyampaikan langsung kekhawatiran masyarakat terhadap potensi kehilangan lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka.
“Kami panik. Itu kebun hasil jerih payah—ada yang jual ternak, sawah, bahkan rumah di kampung untuk membuka lahan sawit di sini. Kami punya surat resmi. Baru saja hidup membaik, tiba-tiba muncul patok-patok itu,” ujar Mulyadi dengan nada haru.
Mulyadi menegaskan bahwa warga bukanlah perambah atau pelaku perusakan lingkungan. Mereka hanyalah petani kecil yang menggantungkan hidup dari lahan sawit yang dibuka sendiri secara bertahap dan legal.
“Kami bukan perampas hutan. Kami hanya petani kecil yang bertahan hidup dari kebun sendiri. Kami punya dokumen resmi,” tegasnya.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menyampaikan bahwa tugas utama Satgas PKH adalah menertibkan aktivitas korporasi besar yang menyerobot kawasan hutan, bukan menekan petani kecil yang telah lama hidup berdampingan dengan alam.
“Satgas dibentuk untuk menangani perusahaan-perusahaan besar, bukan menarget petani. Skema perhutanan sosial justru dihadirkan agar petani tetap bisa bertani sambil menjaga lingkungan,” jelas Henry.
Henry menambahkan, pemasangan patok bukan keputusan final. Satgas masih harus melakukan klasifikasi lebih rinci untuk menghindari salah sasaran.
Ia mengingatkan bahwa modus perusahaan nakal yang memakai nama warga untuk legalitas lahan juga sering terjadi.
“Kalau tanah itu benar milik rakyat dan ada dokumen sah, SPI akan mendampingi penuh,” tegasnya.
Ia juga menyoroti komitmen pemerintah sebelumnya yang menyebutkan bahwa lahan yang terbukti dikuasai korporasi akan dikembalikan kepada rakyat. SPI, katanya, akan terus mengawal agar kebijakan itu dijalankan sesuai arah semula.
Wakil Menteri Koperasi dan UKM RI, Fery Juliantono, turut menanggapi polemik tersebut.
Ia mengatakan bahwa pemerintah siap memfasilitasi dialog antara masyarakat dan Satgas PKH guna mencari solusi bersama.
“Pemerintah pusat akan mengkoordinasikan dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan Satgas PKH agar ada kejelasan, dan tidak ada lagi keresahan,” ujarnya.
Hingga kini, warga di sejumlah desa di Bahar Selatan masih menunggu kejelasan status lahan mereka. Mereka berharap pemerintah hadir bukan sebagai lawan, melainkan sebagai pelindung yang berpihak kepada petani kecil.
“Kami cuma ingin tenang bertani. Kami bukan perampas hutan, kami hanya petani kecil yang ingin hidup layak dengan bukti kepemilikan resmi,” tutup Mulyadi.(*)