Giliran Abraham Samad Dipanggil Polisi

-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent

JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad memenuhi panggilan pertama dari penyidik sebagai saksi dalam tudingan ijazah palsu Jokowi.

Abraham menegaskan kehadirannya sebagai wujud kepatuhan hukum sekaligus contoh bagi masyarakat, bahwa tidak ada warga negara yang memiliki keistimewaan di hadapan hukum.

"Sebagai warga negara, panggilan pertama ini saya datang untuk memenuhi panggilan agar masyarakat lihat kita memberi contoh bahwa tidak ada satupun warga yang punya privilege terhadap hukum. Equal justice under law, equal before the law," katanya kepada awak media, Rabu (13/8).

Dituturkannya, kasus yang menjeratnya bukan persoalan pribadi, melainkan berkaitan dengan aktivitasnya selama ini dalam memberikan edukasi, pencerahan, dan kritik konstruktif melalui podcast yang ia kelola.

BACA JUGA:3.768 WBP Jambi Diusulkan Dapat Remisi

BACA JUGA:Petir Joao

"Kalau apa yang saya lakukan dianggap punya nilai pidana sehingga saya dipanggil, maka ini adalah salah satu bentuk kriminalisasi untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Yang berbahaya, pemanggilan ini bisa mempersempit ruang demokrasi," tuturnya.

Menanggapi pertanyaan apakah tudingan yang diarahkan kepadanya terkait isu ijazah Presiden Joko Widodo, Abraham menjawab bahwa seluruh isi podcastnya bersifat edukatif dan tidak memuat konten tidak berpendidikan atau hiburan semata.

"Silakan tonton semua podcast saya. Isinya edukasi, diskusi, memberi pencerahan tentang hak dan kewajiban masyarakat yang dilindungi hukum," ucapnya.

Soal kemungkinan ditetapkan sebagai tersangka, Abraham menyatakan siap melawan.

"Kalau aparat hukum membabi buta menangani kasus ini, saya akan melawannya sampai kapanpun. Ini bukan tentang saya, tapi tentang nasib seluruh rakyat Indonesia yang mendambakan kebebasan berpendapat dan berekspresi," bebernya.

Sebelumnya tim kuasa hukum Roy Suryo dan sejumlah tokoh lainnya menegaskan klien mereka tidak dapat memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah yang dilaporkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, pada 30 April 2025.

Alasannya, para pihak yang dipanggil telah memiliki agenda padat menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus.

"Panggilan itu kami terima, tapi pada tanggal-tanggal yang dijadwalkan penyidik, para klien kami sudah terikat agenda perayaan kemerdekaan. Ini bukan mangkir, kami sudah sampaikan alasan resmi dan akan mengajukan penjadwalan ulang setelah 17 Agustus," kata kuasa hukum, Khozinudin, Senin, 11 Agustus 2025.

Nama-nama yang dipanggil antara lain Sunarto (YouTuber), Arief Nugroho (jurnalis SNN), Roy Suryonoto Diprojo, Rizal Fadillah, Kurnia Tidurroyani, Rustam Effendi, Nur Diansa Susilo, Rismon Syanipar dan mantan Ketua KPK Abraham Samad. Pemeriksaan dijadwalkan antara 11 hingga 14 Agustus 2025.

Namun, tim hukum menekankan fokus utama saat ini bukan pada pemanggilan klien mereka, melainkan pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap terpidana Silfester Matutina, Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet), yang divonis 1,5 tahun penjara pada 2019.

Anggota tim kuasa hukum, Gafur Sanghaji, memaparkan bahwa putusan kasasi terhadap Silfester Matutina telah berkekuatan hukum tetap sejak 20 Mei 2019, dengan salinan dikirim ke PN Jakarta Selatan pada 9 September 2019.

Berdasarkan prosedur, eksekusi seharusnya dilakukan paling lambat tujuh hari setelah salinan putusan diterima Kejaksaan.

"Faktanya, hingga hari ini belum ada bukti eksekusi. Terpidana masih bebas, aktif berbicara di publik, bahkan menjabat komisaris BUMN. Ini bukan lagi masalah administrasi, tapi soal political will Kejaksaan," ujarnya.

Khozinudin menuding keterlambatan eksekusi ini diduga terkait faktor politik, mengingat kedekatan Silfester dengan Joko Widodo.

Ia juga menolak wacana pemberian amnesti terhadap Silfester yang pernah disampaikan pihak Projo.

"Ini orang belum menjalani satu hari pun hukuman, kok sudah mau minta amnesti? Kalau ini dibiarkan, rusak negara ini," paparnya.

Tokoh lain yang hadir, Marwan, meminta Presiden Prabowo Subianto menjaga integritas pemerintahan baru dengan tidak mengulang praktik kriminalisasi yang dituduhkan terjadi di era Jokowi.

"Kami minta Pak Prabowo menghentikan pemanggilan terhadap 12 orang ini sebelum ada pembuktian sah soal ijazah Jokowi yang kami curigai palsu. Jangan sampai Polri kembali jadi alat politik," bebernya. Tim hukum memastikan telah mengirim surat resmi ke Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya dan Kapolda Metro Jaya untuk permintaan penjadwalan ulang pemeriksaan.

 

"Prinsipnya, klien kami patuh hukum. Tapi hukum juga harus ditegakkan untuk semua, termasuk eksekusi terhadap terpidana yang sudah inkrah," terangnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan