PAUD untuk SAD Jadi Prioritas Pemprov Jambi

PENDIDIKAN: Ketua Bunda PAUD Provinsi Jambi, Hesnidar Haris (tengah) saat mengisi dialog pendidikan Orang Rimba.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent

JAMBI – Pemerintah Provinsi Jambi menegaskan bahwa pendidikan sejak dini bagi komunitas Suku Anak Dalam (SAD) merupakan kebutuhan penting dan mendesak, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok orang rimba tersebut.

Bunda PAUD Provinsi Jambi, Hesnidar Haris, mengatakan komitmen pemerintah dalam menghadirkan layanan pendidikan inklusif tidak boleh berhenti hanya pada anak-anak perkotaan, melainkan harus mencakup seluruh anak, termasuk komunitas SAD yang tersebar di berbagai kabupaten.

“Kita berkomitmen menghadirkan layanan pendidikan inklusif bagi seluruh anak, termasuk komunitas SAD. Pendidikan adalah hak dasar, siapa pun berhak mendapatkannya,” tegas Hesnidar Haris di Jambi, Rabu (3/9).

BACA JUGA:Pedagang Keluhkan Pasar TAC Sepi

BACA JUGA:Ada Skema Baru Pendanaan Kampung Bahagia

Hesnidar menceritakan pengalamannya saat berkunjung langsung ke komunitas SAD di Desa Hajran, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batang Hari, beberapa waktu lalu. Di sana, ia melihat antusiasme anak-anak SAD dalam mengikuti proses belajar mengajar.

“Mereka punya semangat belajar yang tinggi. Itu bukti bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan formal sudah mulai tumbuh di kalangan komunitas SAD,” ujarnya.

Menurut Hesnidar, pendidikan anak usia dini sangat penting karena menjadi pondasi dalam membangun kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung, sekaligus membentuk karakter sejak dini. Hal ini diyakini akan membantu anak-anak SAD lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat luas ketika suatu saat mereka keluar dari lingkungan komunitasnya.

Tak hanya soal kemampuan akademik, Hesnidar juga menekankan pentingnya pembentukan karakter melalui kebiasaan positif. Ia menyebut ada tujuh kebiasaan yang perlu ditanamkan sejak dini, yaitu bangun pagi secara teratur, beribadah, olahraga, mengonsumsi makanan bergizi, gemar belajar, bersosialisasi dengan masyarakat, serta membiasakan tidur tepat waktu.

“Kebiasaan ini harus dimulai bukan hanya dari anak-anak, tetapi juga lewat teladan yang diberikan orang tua dan guru. Dengan begitu, pendidikan karakter bisa berjalan seiring dengan pendidikan formal,” jelasnya.

Sementara itu, Akademisi sekaligus Aktivis Sobat Eksplorasi Anak Dalam (SEAD), Reny Ayu Wulandari, menegaskan bahwa pendidikan bagi anak-anak SAD memiliki karakteristik khusus dan tidak bisa disamakan dengan model pendidikan umum.

Menurutnya, kurikulum dan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya komunitas SAD. Hal ini terutama berlaku bagi kelompok SAD yang masih hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

“Relawan yang mengajar sering kali harus membawa tenda sendiri agar kegiatan belajar tetap berjalan meski komunitas berpindah tempat. Ini memang tantangan besar, tetapi sangat penting untuk memastikan anak-anak SAD tetap mendapatkan akses pendidikan,” terang Reny.

Ia menambahkan, proses pendidikan bagi komunitas SAD membutuhkan pendekatan yang lebih humanis dan adaptif. Selain metode belajar yang fleksibel, keterlibatan tokoh adat juga menjadi faktor penting dalam membangun kepercayaan sehingga anak-anak lebih termotivasi mengikuti kegiatan belajar. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan