Cerita Chef Kumink, Mantan Koki Hotel yang Kini Masak 12 Jam Sehari untuk Program MBG
Cerita Chef Kumink, Mantan Koki Hotel yang Kini Masak 12 Jam Sehari untuk Program MBG--
JAMBIKORAN.COM - Chef Hendry Kumink, seorang koki profesional yang dulunya bekerja di hotel berbintang di Jakarta Selatan, kini menekuni profesi baru sebagai kepala koki di dapur program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Program ini ditujukan untuk mencegah stunting pada anak, namun belakangan menjadi sorotan publik akibat munculnya sejumlah kasus keracunan makanan.
Di tengah sorotan tersebut, Chef Kumink tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi. Ia membagikan pengalamannya sebagai koki MBG yang harus bekerja selama 12 jam setiap hari.
Rutinitasnya dimulai sejak pukul 10 malam untuk mempersiapkan bahan-bahan makanan, termasuk proses memotong dan menggoreng sebagian menu.
BACA JUGA:Betrand Peto Punya Cara Unik Ingatkan Ruben Onsu untuk Salat
BACA JUGA:Lesti Kejora Dicecar 27 Pertanyaan Terkait Dugaan Pelanggaran Hak Cipta
Persiapan berlanjut pada dini hari, antara pukul 2 hingga 4 pagi, untuk memastikan bahan-bahan segar siap dimasak.
Makanan hasil olahan dapur MBG harus selesai dan dikemas pada pukul 7 pagi agar dapat dikirim ke sekolah-sekolah penerima dan dikonsumsi sekitar pukul 9 pagi.
Setelah itu, Chef Kumink melanjutkan proses memasak gelombang kedua pada pukul 5 hingga 8 pagi, yang akan dikirim untuk konsumsi siang hari.
Strategi memasak dua kali ini ia terapkan untuk menjaga kualitas makanan agar tidak basi dan mencegah risiko keracunan.
BACA JUGA:Ammar Zoni Kembali Terlibat Kasus Narkoba, Saat Masih Ditahan di Rutan Salemba
BACA JUGA:Mendagri Ingatkan Pemda Efisiensikan Belanja Birokrasi
Dengan pengalaman 11 tahun di dunia kuliner, Chef Kumink mengaku sempat menolak tawaran awal sebagai juru masak biasa dan baru bersedia bergabung setelah ditawari posisi sebagai kepala koki.
Dalam menjalankan perannya, ia juga harus pintar mengatur anggaran yang terbatas. Untuk menyiasati keterbatasan dana, ia lebih sering memilih menu bergaya internasional yang dinilai lebih hemat dibandingkan masakan Nusantara yang kaya rempah.