Yawan Shuuu
Dahlan iskan--
Minggu lalu saya dari Tianjin ke Beijing. Ada pilihan: pakai yang sekali berhenti atau yang nonstop.
Saya tidak pilih-pilih. Tidak ada yang saya kejar. Ternyata saya dapat Gaotie yang berhenti di kota kecil Langfang. Pertengahan antara Tianjin-Beijing. Berhenti satu menit di situ.
BACA JUGA:Menteri PAN-RB Segera Evaluasi Gaji Tunggal di KPK dan PPATK
BACA JUGA:Dewan Tinjau Gedung Graha Siginjai
Biasanya saya pilih yang nonstop: 30 menit sampai Beijing. Mirip antara Halim-Padalarang. Untuk jalur Tianjin-Beijing pilihannya sangat banyak: tiap lima menit ada pemberangkatan Gaotie. Kadang 4 menit sekali. Kalau pagi hari. Atau sore hari. Tengah hari menjadi tiap 8 menit sampai 10 menit. Pun malam hari.
Tianjin-Beijing adalah jalur kereta cepat paling padat. Ada yang khusus Tianjin-Beijing. Ada yang dari Shanghai pun berhenti di Tianjin. Pun yang dari Nanjing dan Hangzhou.
Tianjin memang hanya sebuah kota tapi statusnya setingkat provinsi. Kepala daerahnya disebut wali kota tapi langsung di bawah pusat. Seperti Beijing, Shanghai, dan Chongqing.
Jalur Tianjin-Beijing padat sekali karena Beijing tidak punya pelabuhan. Angkutan lautnya mengandalkan pelabuhan Tianjin.
BACA JUGA:Pembangunan Tol Betung-Jambi Terhambat
BACA JUGA:Jangan Perpendek Usia Karir
Jangan-jangan Jakarta-Bandung mirip Beijing-Tianjin itu. Misalnya, terlihat di jadwal baru tersebut, sudah akan ada Whoosh dari Bandung yang tiba di Halim pukul 06.36.
Orang Bandung yang mengejar rapat pagi di Jakarta tidak perlu beralasan menginap di ibu kota.
Pun bagi yang mengejar pesawat pagi dari Halim ke berbagai kota. Bandara Halim –yang sangat tidak mencerminkan wajah baru Indonesia– akan kian ramai. Inilah untuk kali pertama bandara kalah megah dari stasiun KA.
Tiga bulan ke depan sudah akan diketahui: meledaknya penumpang Whoosh sekarang ini sekadar lantaran bulan madu atau memang kebutuhan baru.
BACA JUGA:Maulana: PMI Punya Peran Penting