Fenomena Gifted Kid Burnout: Ketika Anak Berbakat Merasa Lelah Secara Mental
ilustrasi --
JAMBIKORAN.COM - Anak yang dikenal cerdas sejak dini, piawai dalam berhitung atau menguasai berbagai bahasa, sering kali mendapat label sebagai gifted kid atau anak berbakat.
Namun, di balik keistimewaan tersebut, ada sisi lain yang jarang disadari: kelelahan mental akibat tekanan berlebih, yang kini dikenal dengan istilah gifted kid burnout.
Menjadi anak berbakat ternyata tidak selalu menyenangkan. Di balik prestasi dan kemampuan luar biasa, banyak dari mereka yang berjuang menghadapi ekspektasi tinggi dari lingkungan maupun diri sendiri.
Tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik membuat sebagian anak berbakat mengalami kelelahan emosional, mental, bahkan fisik.
BACA JUGA:7 dari 10 Ibu di Indonesia Alami Mom Shaming, Banyak yang Justru Datang dari Suami dan Mertua
BACA JUGA:Peringati Hari Pahlawan, Diza Hazra Aljosha Dorong Generasi Muda Jambi Jadi Pahlawan Masa Kini
Fenomena ini dijelaskan oleh Monika Roots, seorang psikiater anak sekaligus pendiri Bend Health, yang menyebut bahwa kelelahan pada anak berbakat muncul karena tekanan terus-menerus untuk berprestasi.
Anak-anak ini kerap terdorong oleh perfeksionisme dan standar yang terus meningkat, membuat mereka merasa seolah berlomba tanpa garis akhir.
Ketika upaya keras mereka tak kunjung memenuhi ekspektasi, banyak yang akhirnya menyerah dan kehilangan motivasi.
Menurut terapis keluarga Rachel Goldberg, kondisi burnout pada anak berbakat bisa dikenali dari perubahan perilaku.
BACA JUGA:Anak Meniru Sifat Buruk Orang Tua? Begini Cara Efektif Mengubahnya
BACA JUGA:Kurang Diperhatikan Orang Tua, Ini 5 Tanda yang Sering Ditunjukkan Anak
Penurunan motivasi belajar, meningkatnya rasa mudah marah, menarik diri dari lingkungan sosial, hingga munculnya gangguan seperti kecemasan atau obsessive compulsive disorder (OCD) dapat menjadi tanda-tandanya.
Meski belum ada data pasti mengenai seberapa umum fenomena ini, para ahli menilai bahwa gifted kid burnout cukup sering terjadi, terutama ketika anak terlalu mengidentifikasi diri melalui prestasi dan kemampuan akademisnya.