Hotman Paris Sentil Hasil Otopsi Kematian Santri
Hotman Paris sebut santri Ponpes di Jambi meninggal karena patah tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang bahu --
MUARATEBO - Kepolisian Daerah (Polda) Jambi memastikan akan terus melanjutkan proses penyelidikan kasus meninggalnya seorang santri, di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kabupaten Tebo.
Plh Kasubbid Penmas Polda Jambi, Kompol Amin Nasution, mengatakan bahwa, Ditreskrimum Polda Jambi akan mengasistensi penanganan kasus kematian santri berinisial AH (13) tersebut.
BACA JUGA:Cara Menjaga Pola Makan Sehat Selama Bulan Puasa
BACA JUGA:Ternyata Ini Alasan Jokowi Bagikan THR ASN Full 100%
Dirinya mengatakan bahwa hingga saat ini, laporan kasus tersebut sudah sampai pada tahap penyelidikan.
"Ditreskrimum Polda Jambi siap membantu penanganan kasus ini, dalam waktu dekat asistensi akan dilakukan," katanya.
Dia menjelaskan bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara terkait kasus kematian santri tersebut. Asistensi dari Ditreskrimum Polda Jambi guna mengetahui titik terang kasus kematian tersebut.
"Satreskrim Polres Tebo akan gelar perkara bersama Ditreskrimum, mungkin minggu depan," jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto saat dikonfirmasi pada Minggu 17 Maret 2024, mengatakan bahwa tim Atensi Ditreskrimum Polda Jambi, telah diturunkan ke Polres Tebo untuk melakukan Asistensi (pendampingan) terkait kasus tersebut.
"Terkait penanganan perkara ini, Tim Atensi dari Ditreskrimum Polda Jambi telah turun ke Polres Tebo, untuk melakukan Asistensi," katanya.
Dirinya mengatakan bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, dan telah memeriksa 47 orang saksi. Kemudian, penyidik Ditreskrimum dan polres Tebo akan mengadakan gelar perkara dalam waktu dekat.
"Dalam kasus ini pihak kepolisian telah memeriksa 47 orang saksi, terdiri dari 36 orang dari santri, 9 orang dari pengurus pondok pesantren, dan 2 orang dokter," lanjutnya.
Sementara itu, Kapolres Tebo, AKBP I Wayan Arta Ariawan, memimpin langsung pers release terkait perkara dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang dilaporkan terjadi di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwiddin.
Kapolres Tebo menjelaskan kronologi kejadian berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Dia menyatakan komitmen untuk terus melakukan penyelidikan lebih lanjut guna mengungkap kebenaran yang terjadi dalam kasus ini.
Kapolres juga menegaskan bahwa pihak kepolisian akan memeriksa semua unsur yang diperlukan untuk mengungkap seluruh fakta terkait perkara ini.
"Tindakan yang sudah kami laksanakan adalah kami sudah melaksanakan olah TKP, mengumpulkan barang bukti, melaksanakan pemeriksaaan barang bukti baik secara forensik maupun ahli dan juga kami telah melaksanakan pra-rekronstruksi dan gelar perkara untuk meningkatkan status proses penanganan penyidikan" jelas Kapolres Tebo, Minggu 17 Maret 2024.
"Selanjutnya, tindakkan yang akan kami lakukan adalah kami akan melaksanakan pemeriksaan lanjutan dan pendalaman saksi dan barang bukti serta tambahan barang bukti serta gelar perkara bersama dengan Ditreskrimum Polda Jambi" tambahnya.
Kasus kematian AH, santri di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwiddin, Kabupaten Tebo, Jambi, kembali ramai setelah pengecara kondang, Hotman Paris menilai ada kejanggalan atas meninggalnya santri Ponpes di Tebo, Provinsi Jambi.
Ini setelah dirinya mendapatkan keterangan langsung dari dokter yang menangani otopsi jenazah AH, santri Ponpes Raudatul Mujawidin Unit 6 Rimbo Bujang Kabupaten Tebo, Jambi.
Kata dia, pihak RS menyebut santri tersebut meninggal bukan karena sengatan Listrik, melainkan karena patah tulang di bagian tubuhnya.
Dari keterangan dokter yang melakukan otopsi terhadap korban AH, diketahui bahwa penyebab kematian karena patah tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang bahu.
“Saya sudah bicara dengan dokter yang melakukan otopsi atas murid pesantren yang meninggal di Ponpes di Jambi,” ujarnya.
“Dan menurut dokter yang melakukan otopsi, penyebab kematian karena patah tulang tengorak, tulang rusuk, dan tulang bahu. Sedangkan yang disebarkan seolah2-olah karena aliran listrik,” kata Hotman Paris, dikutip dari postingan instagramnya.
Ia pun meminta untuk Kapolri dan Kadiv Propam segera menurunkan tim atas kasus ini.
Dalam unggahannya itu, terlihat Hotman Paris bersama kedua orangtua korban.
“Inilah ibu almarhum, orangtua jauh-jauh ke Jakarta. Bapak Kapolri, Kadiv Propam sudah waktunya menurunkan tim ke Polres Tebo,” kata dia.
“Saya dapat keterangan langsung hasil dari dokter yang melakkan otopsi. Tidak mungkin sengatan listrik menyebabkan patah tulang tengkorak dan tulang rusuk,” tambahnya.
Hotman Paris meyakini telah terjdi sesuatu pada kasus ini.
“Ini benar-benar ada sesuatu yang terjadi di sini. Kalau bukan Kapolri turun tangan, ini kasus tidak akan terpecahkan, anaknya meninggal di pesantren disebutkan karena sengatan Listrik, padahal RS resmi menyebutkan bukan karena sengatan Listrik, tapi patah di mana-mana bagian tubuhnya,” tandasnya.
Sebelumnya, peristiwa kematian santri berinisial AH itu terjadi pada November 2023. Kedua orang tua AH merasa janggal dengan kematian anaknya karena menemukan sejumlah luka di tubuh AH.
Atas dasar itu, orang tua AH kemudian membuat laporan ke kepolisian setempat karena menduga anaknya meninggal akibat dianiaya.
Penanganan kasus ini sempat berhenti lama dan kembali viral setelah orang tua AH mengadukan kasus tersebut ke pengacara kondang Hotman Paris Hutapea untuk meminta bantuan hukum.
Dari video yang beredar di media sosial, ayah korban menceritakan kondisi jenazah anaknya ketika diantarkan pihak ponpes ke rumah. Sejumlah luka lebam akibat pukulan benda tumpul ditemukan di tubuh AH dan membuat pihak keluarga yakin bahwa korban meninggal bukan karena tersengat listrik seperti yang disampaikan pihak ponpes.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tebo Iptu Yoga Susanto pada kesempatan sebelumnya mengatakan bahwa polisi telah memeriksa 36 orang saksi atas kejadian ini.
"Saksi yang diperiksa dari teman korban, juga ada dari pihak ponpes," katanya.
Berdasarkan hasil visum ditemukan adanya luka akibat pukulan benda tumpul di tubuh korban. (wan/ira)