BRIN Sebut Keterlibatan Publik Pengaruhi Partisipasi
Peneliti Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor.-ANTARA/Jambi Independent-
JAKARTA - Peneliti Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan bahwa keterlibatan publik dalam proses pencalonan kepala daerah akan memengaruhi partisipasi pemilih dalam Pilkada.
Ia membeberkan, hal yang kadang dilupakan adalah keterlibatan publik atau setidaknya rasa terlibat masyarakat dalam pilkada masih rendah, karena urusan pencalonan hanya urusan partai-partai politik (parpol) atau elite politik semata, sehingga keinginan konstituen kurang didengarkan dalam menentukan calon pemimpinnya.
"Ya terbukti, misalnya, kalau ada problem atau masalah yang ditemui mantan presiden, bukan malah menukik kepada keinginan masyarakat, jadi publik merasa pilkada seperti datang ke restoran dan dia harus memilih tetapi menunya sudah ditentukan, sehingga sejak awal rasa terlibatnya kurang," kata Firman kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (3/12).
Menurut dia, daripada sekadar mengubah aturan atau merevisi UU Pemilu dan Pilkada, lebih bagus kebiasaan parpol itu bisa diubah dengan mengajak konstituen atau calon pemilih untuk menentukan calon pemimpinnya.
BACA JUGA:KPU Kabupaten Tebo Gelar Rapat Pleno Terbuka, Rekapitulasi Hasil Pilkada 2024
BACA JUGA:SAH Apresiasi Keputusan Presiden Naikkan UMP 2025 Sebesar 6,5 Persen
Lebih lanjut peneliti senior itu membeberkan, kebiasaan parpol memilih calon yang terkesan instan dan tidak dekat dengan masyarakat, membuat calon pemilih enggan untuk datang pada hari pemungutan suara, sehingga berujung dengan partisipasi pemilih yang rendah.
"Ya makanya muncul calon yang tidak populer, misalnya, yang kontroversial, yang tidak mengakar. Jadi dipilihnya kandidat mungkin hanya karena faktor deal politik antar-pimpinan parpol," ujar peneliti BRIN tersebut.
Selain itu, faktor kejenuhan masyarakat melihat dinamika sosial-politik juga memengaruhi tingkat partisipasi dalam pilkada. Walaupun hal itu tetap harus lebih diteliti lebih lanjut, apakah memang karena faktor jenuh atau ada sebab lainnya.
Meski partisipasi pemilih rendah dalam Pilkada 2024, Firman mengakui bahwa pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia pada tahun ini masih pertama kali dilakukan.
BACA JUGA:10 Khasiat Luar Biasa Buah Bit, Aman Dikonsumsi Beberapa Penderita Penyakit
BACA JUGA:5 Makanan yang Membantu Anda Berhenti Merokok
Jadi, lanjut dia, bisa saja lima tahun ke depan situasinya berbeda dengan yang terjadi pada tahun ini.
Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meningkatkan partisipasi pemilih di daerah yang akan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024.
"KPU harus berusaha agar masyarakat antusias memberikan hak pilih mereka di tempat pemungutan suara (TPS), sehingga tingkat partisipasi pemilih bisa meningkat," kata Toha dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/12).
Rencananya, pemungutan suara ulang (PSU), pemungutan suara lanjutan (PSL), dan pemungutan suara susulan (PSS) akan dilaksanakan di 287 tempat pemungutan suara (TPS) di 22 provinsi di Indonesia. Rinciannya, 46 TPS akan melakukan PSU, 231 TPS melaksanakan PSL, dan 10 TPS akan menggelar PSS.
BACA JUGA:Tim Indonesia Kembali Bertarung Untuk Rebut Slot Knockout Stage M6
Dia memperkirakan jumlah itu kemungkinan akan terus bertambah, karena masih menunggu rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan laporan kejadian dari daerah.
Oleh karena itu, KPU harus bekerja keras untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, lanjutan, dan pemungutan suara susulan dengan baik. (ANTARA)