BACA JUGA:Kenapa Sih Zodiak Ini Sulit Diatur? Yuk Simak Penjelasannya
Semua biliknya masih gelap.
Kalau saya mondar mandir di lorong pun tidak akan ada yang melihat. Lorong ini seperti koridor apartemen yang pintunya ditutup semua.
Tapi mondar-mandir kurang bebas bergerak. Saya kembali ke tempat duduk. Tutup pembatas. Saya punya ide lain. Cari musik di layar TV. Bergerak sambil duduk. Ikuti irama musik.
Dari banyak pilihan video di layar saya lihat ada musikal Michael Jackson. Panjangnya 111 menit. Hampir dua jam. Ini dia. Bukan rock. Bukan sweet. Pas untuk menggerakkan badan dan kaki.
BACA JUGA:Rencana Pembentukan Kementerian Baru di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Penjelasannya
BACA JUGA:Pendaftaran CPNS dan PPPK 2024 Ditunda? Simak Penjelasan KemenPANRB
Judul musikal itu simpel: Michael Jackson This Is It. Saya belum pernah menontonnya. Itu semacam show nostalgia sepanjang karier Michael Jackson. Itu show setelah 10 tahun tidak manggung.
Maka lagu-lagunya masih saya ingat. Setidaknya nadanya. Gerak kaki, tangan dan badan saya tinggal ikuti musiknya. Sekalian mengenang lagu-lagunya. Ada Black or White, Smooth Criminal, History, Thriller dan seterusnya.
Betapa perkara Michael Jackson di balik sosoknya yang terlihat kurus, kecil dan lemah.
Betapa keras latihan fisiknya.
BACA JUGA:Resep Brongkos Daging Sapi, Sajian ala Keraton Jogja
BACA JUGA:Polisi Tangkap Tiga Pengedar Narkoba di Sukabumi
Betapa kejam Michael Jackson 'menyiksa' dirinya.
Di balik semua kemajuan yang hebat ternyata ada kekejaman di dalamnya. Kemajuan Singapura pun (Disway: Nilai 95) begitu bukan?
Sambil sedikit berkeringat saya juga memperhatikan para dancer di show This Is It itu. Betapa keras latihan mereka untuk bisa diikutkan sebagai penari latar. Begitu banyak yang ikut audisi. Dari seluruh dunia. Seleksi babak akhirnya saja 1200 orang. Hanya dipilih 10 terbaik. Persaingan begitu keras. Kemajuan diperoleh lewat persaingan terbuka yang sangat keras.