JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyarankan perlunya pendekatan menyeluruh, termasuk aspek keagamaan, dalam menangani kontroversi kebijakan penggunaan alat kontrasepsi pada remaja dan pelajar.
Dalam pernyataannya di Bantul, Yogyakarta, Rabu, Ma'ruf Amin menyarankan agar pihak-pihak terkait tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga keagamaan dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan.
"Saya menyarankan supaya mendengar, berkonsultasi dengan pihak-pihak lembaga keagamaan, jangan hanya dilihat dari aspek kesehatannya saja, tapi juga aspek keagamaannya," katanya.
Menurut dia, integrasi antara pertimbangan kesehatan dan nilai-nilai keagamaan sangat penting untuk memastikan solusi yang diambil tidak hanya efektif dari segi medis, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip etika masyarakat.
BACA JUGA:Tekankan Sosialisasi Pangan Lokal, Turunkan Kasus Diabetes Anak
BACA JUGA:Terima 160 Pengaduan Terkait Spaylater per Juli 2024
Wapres menekankan pentingnya dialog dan konsultasi mendalam sebelum pelaksanaan kebijakan, untuk memastikan pelaksanaan kebijakan dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan benturan.
"Sebab kalau nanti terjadi ketidaksamaan pendapat atau konflik pendapat, maka nanti kontraproduktif-lah," ujarnya.
Pihaknya mendorong agar semua pandangan didengarkan dan dipertimbangkan secara seksama untuk mencegah terjadinya konflik dan meminimalisasi dampak negatif.
"Jadi saya minta itu nanti didalami, dirundingkan dan didengarkan sehingga nanti kemudian bisa bagaimana pelaksanaannya supaya tidak terjadi benturan-benturan," katanya.
BACA JUGA:Cek Spesifikasi Oppo Reno 12 f Series 4G dan 5G,Yuk Simak!
BACA JUGA:Pabrik Anoda Baterai Litium Kendal akan Buat Indonesia Disegani
Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit.
Layanan tersebut termasuk memastikan kesehatan reproduksi untuk remaja, di mana pemerintah akan menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Program tersebut antara lain mengedukasi tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana; serta melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual.