Diantaranya islamics finance, halal food, muslim friendly travel, modest fashion, pharma and cosmetics dan media and recreation.
Sejauh ini Indonesia memimpin pada peringkat ke 2 (dua) untuk Halal food, peringkat ke 3 (tiga) untuk modest fashion, dan peringkat 6 untuk islamic finance.
BACA JUGA:KPU Batanghari Terima Puluhan Logistik Rusak
BACA JUGA:Aksinya Terekam Kamera Pengawas, Pelaku Gasak 3 Motor di Indekos Mendalo
Tentu, masih banyak ruang untuk perbaikan dalam rangka meningkatkan prestasi Indonesia pada Global Islamics Economy Indicator Score.
Dalam perekonomian nasional industri halal pada triwulan II 2023 tumbuh sebesar 4,37% (yoy), sementara itu pembiayaan perbankan syariah tumbuh 14,52% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan kredit perbankan konvensional sebesar 9,06% (yoy).
Bank Indonesia (BI) memandang optimis pada pencapaian tersebut, BI memprakirakan sektor prioritas HVC yang terdiri atas sektor pertanian, makanan dan minuman halal, fashion muslim, dan pariwisata ramah muslim akan tumbuh sebesar 4,5-5,3%, diikuti dengan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah sebesar 14-16% pada tahun 2023.
Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah (Eksyar) dunia.
BACA JUGA:Rp27 Miliar Digelontorkan untuk Keperluan Pilkada 2024 di Bungo
BACA JUGA:Waduh, 85 Aset Tanah Pemkab Tebo Belum Bersertifikat
Bahkan, Indonesia digadang dapat menjadi kiblat inovasi pengembangan eksyar ke depan. Meski demikian, untuk mencapai target tersebut tidaklah mudah.
Terdapat sejumlah tantangan yang memerlukan perhatian khusus diantaranya:
1. Meningkatnya kompetisi dari berbagai negara dalam merebut pangsa Eksyar yang dinilai potensial
2. Masih rendahnya pangsa keuangan syariah bila dibandingkan dengan konvensional
3. Penggunaan teknologi dan digitalisasi ekonomi syariah masih terbatas
Oleh karena itu, dalam rangka mengelola tantangan tersebut melalui sejumlah strategi dalam pengembangan HVC, diantaranya: