Wahyu Prasetiawan, salah satu editor buku tersebut, menjelaskan mengapa judul "Standing Firm for Indonesia's Democracy" dipilih.
"Yang paling menonjol adalah bagaimana SBY menjaga demokrasi di Indonesia. Sebagai presiden dengan kekuasaan yang begitu tinggi, sebetulnya Pak SBY bisa melakukan hal sebaliknya, tapi itu tidak dilakukan," ungkap Wahyu.
Dalam acara tersebut, SBY juga berbagi pengalaman pribadinya sejak masa muda sebagai prajurit TNI yang telah menghargai kebebasan berekspresi.
"Waktu saya masih sangat muda, we love democracy. Kalau yang disampaikan mahasiswa itu ekspresi dari freedom of speech, mengapa kita menjadi gusar?"
"My thesis sejak itu: freedom of speech apabila digunakan secara tepat, itu hak, we have to respect it," tambahnya.Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Ahmadi, dalam sambutannya menyoroti tema buku yang sangat relevan.
"SBY adalah presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia dan juga setelah memasuki program reformasi, sehingga konsolidasi demokrasi pada waktu itu sangat penting, timely pada saat sekarang ini," ujarnya.
Buku "Standing Firm for Indonesia's Democracy" merupakan oral history yaitu hasil wawancara mendalam Presiden ke-6 RI SBY dengan para akademisi Jepang, yang menggali pengalaman dan pemikirannya selama memimpin Indonesia di masa transisi demokrasi. (*)