Rasanya jembatan emas menuju keadilan dan kemakmuran seperti yang menjadi cita-cita luhur dari Soekarno kini terasa goyah.
Nalar kebangsaan yang membingungkan dan belum bisa menjadi terjemahan kongkret untuk generasi masa kini, yang dihadapkan oleh sumber informasi tak terbatas, menjadi pangkal persoalan kebangsaan yang harus diurai.
Kondisi yang miris dimana kita lambat laun kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa berkebudayaan luhur dan cenderung lebih mengunggulkan budaya asing karena begitu terpapar oleh arus budaya dari bangsa lain.
Dengan kondisi sumber daya manusia dan kekayaan kebudayaan yang melimpah, nalar kebangsaan harus diwacanakan secara kongkret dengan menyentuh sejarah, kebijakan pendidikan, dan kehidupan sehari-hari.
Untuk membalikkan pandangan Mochtar Lubis mengenai watak yang harus diperbaiki manusia Indonesia, diperlukan kebijakan publik yang berakar pada pemahaman utuh terhadap kondisi sosial dan realitas masyarakat saat ini. Bukan hanya sebuah kebijakan teknokratis yang cenderung tak menyentuh akar permasalahan.
Sejarah telah terukir bahwa bangsa ini pernah menjadi pusat peradaban dunia. Kini kita perlu kompas dan peta yang jelas dalam bentuk nalar kebangsaan untuk bisa mengembalikan masa kejayaan tersebut.