JAKARTA – Pemerintah mengambil langkah serius menyusul insiden keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para juru masak di seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan, mengatakan bahwa evaluasi tidak hanya dilakukan di lokasi kejadian, tetapi juga mencakup seluruh SPPG yang menjadi pelaksana program MBG.
"Kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan para juru masak menjadi fokus utama evaluasi. Ini bukan hanya soal satu tempat, tapi menyeluruh," kata Zulhas.
Dalam rapat koordinasi penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait MBG, pemerintah memutuskan sejumlah langkah lanjutan, antara lain:
BACA JUGA:Warga Hubungi Call Center 110, Tim Serigala Kota Gagalkan Tawuran di Jambi dan Amankan 4 Pemuda
BACA JUGA:Bidik Pelaku dan Pemilik Lahan, Mulai Oktober Kapolres Bungo Akan Berkantor di Daerah Rawan PETI
Penutupan sementara SPPG bermasalah sampai dipastikan memenuhi standar keamanan pangan.
Sterilisasi alat makan dan peningkatan sanitasi, terutama pada kualitas air dan pengelolaan limbah.
Kewajiban memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi seluruh SPPG.
Pemantauan rutin oleh puskesmas dan UKS, sebagai bagian dari pengawasan lapangan.
BACA JUGA:Viral Aksi Begal di Bandung, Pelaku Bergelantungan di Truk Saat Sopir Tancap Gas
BACA JUGA:Ricuh Muktamar PPP, Klaim Aklamasi Mardiono Jadi Ketum Diperdebatkan
Pemerintah menegaskan bahwa keamanan pangan dalam program MBG akan terus ditingkatkan sebagai bentuk komitmen terhadap kesehatan anak-anak Indonesia.
“Langkah-langkah ini diambil untuk memastikan kepercayaan publik terhadap program Makan Bergizi Gratis tetap terjaga dan tidak ada lagi kejadian serupa ke depan,” tandasnya.
Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan mewajibkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pengelola dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki sertifikat laik higienis dan sanitasi (SLHS) untuk mencegah terulangnya insiden keracunan MBG.
“Harus atau wajib hukumnya. Setiap SPPG harus punya SLHS. Harus,” ucap Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, dalam Konferensi Pers Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Program Prioritas Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Minggu.
BACA JUGA:Daun Salam, Bukan Sekadar Penyedap Masakan! Simpan Segudang Manfaat Kesehatan
BACA JUGA:Viral Mercy Berpelat TNI Ugal-ugalan, Ternyata Pakai Pelat Dinas Palsu
Zulhas menyampaikan bahwa sertifikat laik, higienis, dan sanitasi (SLHS) memang merupakan syarat dari SPPG.
Akan tetapi, setelah maraknya kejadian keracunan makan bergizi gratis, pemerintah pun memutuskan untuk mewajibkan SPPG mengurus sertifikasi tersebut.
“Akan dicek. Kalau tidak ada, ini (keracunan) akan kejadian lagi dan lagi,” kata Zulhas.
Ia kembali menegaskan bahwa keselamatan anak-anak penerima MBG merupakan prioritas utama, sehingga SPPG wajib memiliki sertifikasi tersebut.
BACA JUGA:Dendam 40 Tahun: Pria 75 Tahun Bunuh Tetangga karena Cinta Terlarang di Masa Lalu
BACA JUGA:Pembobolan ATM Terekam CCTV, Aksi Terlihat Profesional
Ia pun meminta kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mengoptimalkan puskemas di seluruh tanah air agar secara aktif ikut memantau SPPG secara rutin.
“Semua langkah diambil secara terbuka agar masyarakat yakin bahwa makanan yang disajikan aman dan bergizi bagi seluruh anak Indonesia,” tutur Zulhas.
Badan Gizi Nasional (BGN) pada sesi jumpa pers di Jakarta, mengumumkan sepanjang periode Januari hingga September 2025, tercatat 70 insiden keamanan pangan, termasuk insiden keracunan, dan 5.914 penerima MBG pun terdampak.
Dari 70 kasus itu, sembilan kasus dengan 1.307 korban ditemukan di wilayah I Sumatera, termasuk di Kabupaten Lebong, Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung, Lampung.
BACA JUGA:Pelaku Curanmor Ternyata Begal Sadis di Jelutung, Dua Orang Ditangkap Polsek Kota Baru
BACA JUGA:Viral! Wanita Paruh Baya Terekam CCTV Saat Curi Laptop di Kos Orchit, Desa Mendalo Darat
Kemudian, di wilayah II Pulau Jawa, ada 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG yang terdampak, dan di wilayah III di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara ada 20 kasus dengan 997 penerima MBG yang terdampak.
Dari 70 kasus keracunan itu, penyebab utamanya ada kandungan beberapa jenis bakteri yang ditemukan, yaitu e-coli pada air, nasi, tahu, dan ayam.
Kemudian, staphylococcus aureus pada tempe dan bakso, salmonella pada ayam, telur, dan sayur, bacillus cereus pada menu mie, dan coliform, PB, klebsiella, proteus dari air yang terkontaminasi. (*)