Proses ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode ekstraksi cara dingin. Maserasi dipilih karena memiliki prosedur dan peralatan yang lebih sederhana dibandingkan metode ekstraksi lainnya serta meminimalisirkan terjadinya penguraian pada bahan alam yang diekstraksi karena tidak membutuhkan proses pemanasan (Anita Dwi Puspitasari, 2013).
Proses maserasi menggunakan pelarut etanol, etanol dipilih karena memiliki sifat absorbsi yang baik, bersifat netral dan tidak beracun serta dapat bercampur baik dengan air (Nurhasnawati, 2015).
Pemilihan konsentrasi 96% dikarenakan sampel yang diuji merupakan simplisia basah sehingga kandungan air pada etanol 96% dapat mempermudah proses penarikan senyawa pada saat ekstraksi. Maserasi dilakukan 3 kali 24 jam sampai bening agar semua senyawa tertarik(W. Agustina & Handayani, 2017).
BACA JUGA:Para Kades Diberi Motor Dinas
BACA JUGA:Pembangunan Gedung Kantor Walikota Jambi Tampilkan Ornamen Lokal, Ini Penjelasannya
Hasil ekstrak kental dari Ruku-ruku diperoleh 86 gram dengan persentase rendemen 6,85 %. Setelah didapatkan ekstrak kental dilakukan pengujian penetapan standar mutu ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak pada penelitian ini menggunakan parameter standar non spesifik. Standarisasi bertujuan untuk mengetahui bahwa ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan.
Pada uji kadar air dalam ekstrak diperoleh 0,55% berdasarkan pengujian kadar air ekstrak masih dibawah rentang, dimana kadar air dalam estrak tidak boleh lebih dari 10%, hal ini bertujuan untuk menghindari pertumbuhan jamur dalam ekstrak. Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada ekstrak. Pada uji kadar abu ekstrak diperoleh sebesar 12%, pada uji ini ekstrak dipanaskan pada suhu 600℃ hingga senyawa organik menguap dan tersisa unsur mineral (anorganik).
Kecilnya kadar abu yang dihasilkan menunjukkan ekstrak yang diperoleh tidak banyak mengandung mineral (Rizka Febriani Lestrai, Suhaimi, 2018).
Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda dalam dua pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda pula. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa etil asetat memberikan ekstrak terbesar dari hasil fraksinasi.
BACA JUGA:Buronan Spesialis Curanmor Ditangkap
BACA JUGA:Jual Beras di Atas HET
Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa semi polar pada tumbuhan Ruku-ruku dimana kandungan senyawa tersebut meliputi alkaloid, flavonoid, steroid dan fenol sedangkan pada ekstrak masih mengandung senyawa polar, semi polar dan non polar.
Skirining fitokimia bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman Ruku-ruku. Berdasarkan literatur, Ruku-ruku memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan fenol (Densi, 2018).
Pada penelitian ini ekstrak Ruku-ruku positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan fenol dan pada fraksi etil asetat positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan fenol. Senyawa golongan tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Dian Riana Ningsih, Zusfahair, 2016).
Uji daya hambat dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak dan fraksi Ruku – ruku yang dilihat dari terbentuknya zona bening. Dari hasil pengamatan aktivitas daya hambat yang telah dilakukan terhadap ekstrak dan fraksi, didapatkan hasil bahwa ektrak Ruku-ruku memiliki aktivitas antibakteri sebesar 4,32 mm (lemah) terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa sedangkan pada bakteri Escherichia colimemiliki daya hambat sebesar 6,05 mm (sedang).
BACA JUGA:Minta Masyarakat Ikut Awasi Pendistribusian Logistik Pemilu di Bungo