Pemkab Tebo Komitmen untuk Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Hutan

Pemkab Tebo ungkapkan komitmen untuk pembangunan hutan secara berkelanjutan -Foto : ist-Jambi Independent

Budi Ardiansyah, Ketua Kelompok Tani Karet Maju Bersama Desa Muara Sekalo bercerita bahwa dulunya pemahaman mereka bertani karet hanya mengejar berat, sekarang lebih pada mengejar mutu. 

“Dulu kami menjual karet hanya berpatok pada berat, sehingga kami tidak mendapatkan harga yang baik. Sekarang kami mendapatkan pembelajaran dari berbagai pelatihan termasuk tidak perlu menderes setiap hari dan plat deres biasanya sampai enam plat sekarang cukup satu saja karena itu malah melukai batang karet,” jelasnya sebagai pemapar cerita baik yang dilakukan petani karet di 3 Desa dampingan WWF, Desa Muaro Sekalo, Suo-suo dan Desa Semambu.

BACA JUGA:Petani Kerinci Berharap Harga Gabah Stabil

BACA JUGA:Agen LPG Nakal Diputus Hubungan Usaha

UPPB ini dibangun di Desa Semambu dan Suo-Suo juga menjadi fokus utama.  UPPB ini berperan sebagai pusat agregasi dan pemasaran karet, yang memungkinkan petani menjual karet dengan harga lebih baik. WWF Indonesia juga mendorong pembentukan forum petani untuk memperkuat posisi tawar petani dalam penjualan karet.    

Budi bercerita di beberapa bulan lalu mereka sudah melakukan penjualan bersama melalui UPBB dan mendapatkan harga yang baik. “Selisihnya Rp 2.000/kilo gram, setelah dikurangi dengan biaya pengiriman. Selisih ini sangat membantu petani, sehingga terus bertahan dengan kebun karetnya. Sekarang jumlah petani karet semakin berkurang, karena banyak yang beralih menanam kelapa sawit.

Istri-istri petani kini menanam sayur di pekarangan rumah untuk menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Mereka membentuk Robiah, Kelompok Petani Organik Harapan Makmur Desa Semambu, mengaku dengan adanya tanaman sayur di sekeliling rumah membuat mereka menghemat pengeluaran hingga 20 ribu setiap hari untuk membeli sayur. Mereka berinisiatif membentuk kelompok setelah menyadari penghitungan kebutuhan rumah tangga melalui pelatihan literasi keuangan keluarga. 

“Ternyata banyak pengeluaran dari belanja kebutuhan sehari-hari diantaranya untuk sayur, cabai,dan tomat. Dengan menanam sayur sendiri di pekarangan rumah kami terbantu, dan kebun kelompok juga sudah mendapatkan penghasilan dari penjualan sayur,” katanya. 

BACA JUGA:Mahfud MD Komentari Soal Dampak Efisiensi Anggaran

BACA JUGA:Anggota DPR Prihatin Hak Karyawan PT Pos Terabaikan

Pendidikan menjadi elemen penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.  Oleh karena itu,  pelatihan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD) diberikan kepada 76  guru di tujuh sekolah di tiga desa tersebut.  

 Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas guru dalam mengintegrasikan isu-isu lingkungan hidup ke dalam proses pembelajaran.   Hasilnya,  kesadaran siswa terhadap isu-isu lingkungan hidup meningkat dan mereka juga diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan.  Tahun 2019, PLH sah menjadi Pelajaran Muatan Lokal di Kabupaten Tebo, bersadarkan SK Bupati nomor 370 tahun 2019.

SDN 067 Desa Muara Sekalo menjadi contoh dalam penerapan baik ESD, dimana selain pemahaman mata pelajaran PLH tapi juga mendorong perubahan dalam  pengetahuan, keterampilan, nilai -  nilai dan sikap yang membentuk budaya atau kebiasaan untuk memungkinkan  masyarakat yang lebih berkelanjutan (memiliki kesiapan untuk tantangan kehidupan dimasa yang akan datang).  

WWF Indonesia berharap program ini dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat,  meningkatkan pendapatan petani karet,  meningkatkan kesadaran lingkungan hidup,  dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian lingkungan.  

BACA JUGA:Geng Motor Jadi Prioritas Penindakan Polresta Jambi

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan