Jaipong Gembyung

Disway--

Melihat Kien Lin turun ke jalan, saya langsung tahu beda Kien Lin dengan barongsai. Kien Lin begitu magis. "Tahun 1950-an sudah ada. Tua sekali," ujar Himawan.

 

Kien Lin warisan berharga milik perguruan bela diri Bangau Putih Bogor. Cabang perguruan ini tersebar di banyak kota. Juga di luar negeri.

 

Ketua Bangau Putih yang sekarang adalah Gunawan Rahardja. Ia generasi kedua. Waktu Gunawan masih sekolah di California ayahnya sering ke Amerika: agar bisa terus melatih anaknya itu.

 

Kien Lin hanya tampil. Tidak ikut parade. Yang ikut adalah dewi laut dari Taiwan: Dewi Mazu. Anda sudah tahu apa kehebatan Dewi Mazu. Mereka diiring oleh 70 orang yang langsung datang dari salah satu klenteng di Taiwan.

 

Tentu parade ini tidak serba budaya Tionghoa. Di barisan depan ada grup tari Sunda yang saya tidak tahu namanya.

 

Yang jelas amat menarik. Mungkin kreasi baru. Kombinasi jaipong Karawang dengan gembyung dari Kuningan selatan: atraktif dan dinamis. Banyak jenakanya. Terutama yang diperankan oleh para penari laki-laki tua --atau ber make up tua-- yang menggoda penari wanita muda yang sedang bergoyang-goyang gemoy.

 

Tahun ini saya tidak lagi ikut pawai. Saya harus kembali ke Jakarta. Saya harus cari cara untuk bisa menerobos puluhan ribu massa. Tidak mudah. Saya, bersama bung Hazairin, mantan pimpinan Radar Bogor, akhirnya harus berjalan kaki satu jam. Barulah bisa keluar dari kepadatan.

 

Malam itu juga, saya balik Jakarta. Saat Anda membaca tulisan ini mungkin saya sudah mendarat di Arab Saudi.

Tag
Share