Modifikasi Mobil Angkut BBM Subsidi dari SPBU

Barang bukti BBM bersubsidi jenis Pertalite menggunakan mobil yang telah dimodifikasi.-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
Jambi – Tim Opsnal Sat Reskrim Polres Merangin berhasil mengamankan seorang pria berinisial SR (52) yang kedapatan mengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite menggunakan mobil yang telah dimodifikasi.
Penangkapan dilakukan pada Kamis, 27 Februari 2025, setelah pihak kepolisian menerima laporan dari masyarakat terkait maraknya pengangkutan BBM bersubsidi untuk dijual kembali.
SR, yang merupakan warga Jalan Tumbro Raya, Desa Rawa Jaya, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, tertangkap tangan membawa 16 jerigen berisi BBM yang akan dijual kembali.
Dalam penggeledahan, petugas menemukan total 560 liter BBM dalam jerigen-jerigen plastik, serta 245 liter BBM yang masih berada di dalam tangki mobil Suzuki Carry yang telah dimodifikasi.
BACA JUGA:Pencuri Motor Bersembunyi di Loteng Rumah, Berupaya Kelabui Petugas Sesaat akan Ditangkap
BACA JUGA:Karantina Jambi Tahan Bibit Anggrek Tanpa Dokumen, Berasal dari Jawa Timur
Kapolres Merangin AKBP Roni Syahendra, melalui Kasat Reskrim AKP Mulyono, mengungkapkan bahwa penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat yang menginformasikan adanya praktik pengangkutan BBM bersubsidi untuk dijual kembali.
“Berdasarkan informasi tersebut, saya langsung perintahkan anggota untuk melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap pelaku yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak,” ungkap Mulyono.
Pelaku SR diketahui membeli BBM jenis Pertalite di SPBU menggunakan mobil yang telah dimodifikasi pada bagian tangki bahan bakarnya. Setelah membeli, SR kemudian mengumpulkan BBM tersebut dalam jerigen-jerigen plastik untuk dijual kembali kepada masyarakat dengan keuntungan sebesar Rp 2.000 per liter.
Atas perbuatannya, SR kini dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah menjadi Undang-Undang. Pelaku terancam hukuman penjara hingga 6 tahun serta denda maksimal Rp 60 miliar. (ira)