Tunjangan Hari Raya: Antara Kesejahteraan dan Godaan Konsumtif

THR-jambi independent-Jambi Independent
Bulan Ramadan bukan hanya tentang ibadah dan kebersamaan. Tetapi juga momen yang dinanti banyak pekerja: Tunjangan Hari Raya (THR).
Setiap tahun, pencairan THR menjadi perbincangan hangat. Baik di kalangan karyawan maupun pengusaha.
Namun, di balik kebahagiaan menerima dana tambahan itu, muncul pertanyaan besar: Apakah THR benar-benar dimanfaatkan secara bijak?
Tunjangan Hari Raya diberikan sebagai bentuk penghargaan bagi pekerja menjelang Idulfitri. Bagi sebagian orang, THR menjadi penyelamat keuangan. Terutama untuk menutup kebutuhan selama Ramadhan dan Lebaran.
BACA JUGA:Presiden Nilai Harga Sembako Masih Terkendali
BACA JUGA:BRGM Restorasi 1,6 Juta Ha Gambut
Tapi tidak sedikit yang mengira THR sebagai "uang ekstra" yang bebas digunakan untuk apa saja.
Menjelang Lebaran, terdapat berbagai promo e-commerce, juga berbagai iklan yang menawarkan diskon besar-besaran.
Godaan untuk berbelanja semakin kuat. Membuat banyak orang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Setiap individu memiliki prioritas yang berbeda-beda dalam mengelola THR. Namun, pola pengeluaran umum yang terlihat antara lain:
Belanja kebutuhan Lebaran: Pakaian baru, makanan khas Idulfitri, dan parsel untuk keluarga.
Mudik dan biaya perjalanan: Tiket transportasi, akomodasi, serta oleh-oleh untuk sanak saudara.
Bayar utang dan cicilan: Sebagian orang menggunakan THR untuk melunasi kewajiban finansial.
Dana darurat dan tabungan: Sebagian pekerja kecil memilih menyisihkan THR untuk keperluan masa depan.