Plus Minus Bullet Journal dan Digital Planner

-IST/Jambi Independent-Jambi Independent

Semua orang memiliki cara masing-masing dalam mengelola waktu dan pekerjaan. Sebagian merasa lebih teratur dengan bantuan teknologi, sementara yang lain justru merasa lebih tenang saat menulis di atas kertas. 

Di antara pilihan itu, dua metode paling populer muncul: bullet journal dan digital planner. Meskipun keduanya bertujuan sama, membantu pengguna menjadi lebih produktif, cara kerja dan pengaruhnya terhadap keseharian bisa sangat berbeda. 

Tren gaya hidup produktif yang makin berkembang tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya kesadaran akan pentingnya manajemen waktu. 

Berbagai studi menunjukkan bahwa perencanaan yang baik tidak hanya berdampak pada peningkatan kinerja, tapi juga kesehatan mental. 

BACA JUGA:Waspada Terjebak Kesibukan yang Melelahkan

BACA JUGA:Sekda Muaro Jambi Tinjau Lokasi Pembangunan Sekolah Rakyat

Penelitian dari Dominican University of California mengungkapkan bahwa orang yang menuliskan tujuannya cenderung mencapainya lebih sering dibandingkan mereka yang tidak menuliskannya. 

Dari sana, banyak yang kemudian mencari sistem perencanaan yang sesuai dengan gaya hidup dan kepribadian masing-masing. Bullet journal, yang dipopulerkan oleh Ryder Carroll pada 2013, menawarkan sistem pencatatan manual berbasis buku kosong. 

Dengan simbol dan format buatan sendiri, pengguna bebas menyusun agenda harian, bulanan, daftar kebiasaan, catatan reflektif, bahkan jurnal rasa syukur. 

Kelebihannya terletak pada fleksibilitas dan nuansa personal yang tinggi. Menulis dengan tangan juga dikaitkan dengan peningkatan daya ingat dan fokus. 

Dalam konteks mindfulness, jurnal ini berfungsi seperti ruang dialog antara pikiran dan tindakan. Tidak heran jika metode ini banyak digunakan oleh orang-orang dengan kecenderungan intuitif dan reflektif, seperti tipe kepribadian INFP atau ISFP. 

Namun, di sisi lain, bullet journal juga memiliki tantangan. Dibutuhkan waktu dan konsistensi untuk menjaga halaman tetap teratur. Ketika jadwal mendadak berubah atau catatan tertinggal, sistem ini bisa terasa kurang praktis. 

Sementara itu, digital planner lebih memanfaatkan teknologi. Aplikasi seperti Notion, Google Calendar, atau Todoist memudahkan pengguna menyusun dan mengubah agenda hanya dengan beberapa ketukan jari. 

Bahkan ada fitur sinkronisasi antarperangkat, pengingat otomatis, serta integrasi dengan sistem kerja lain seperti email dan aplikasi manajemen tugas. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan