AS Ajukan Proposal Nuklir Baru, Iran Diminta Segera Menanggapi

Donald Trump, Presiden Amerika Serikat -antara-Jambi Independent

Washington - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengajukan sebuah proposal baru yang dianggap realistis kepada Iran dalam upaya melanjutkan perundingan mengenai program nuklir Teheran. Gedung Putih menyerukan agar Iran segera menyetujui tawaran tersebut demi kepentingan bersama.

Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan bahwa proposal tersebut telah disampaikan secara resmi oleh Utusan Khusus AS, Richard Witkoff, kepada pemerintah Iran. “Tawaran ini bersifat rinci dan bisa diterima. Kami meyakini bahwa Iran sebaiknya menyambutnya dengan serius,” ujarnya dalam pernyataan resmi. Ia menambahkan bahwa rincian isi tawaran tidak akan dipublikasikan untuk sementara waktu.

Di pihak lain, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, pada Sabtu (31/5) mengonfirmasi bahwa Oman telah menyampaikan dokumen terkait usulan Amerika Serikat tersebut. Menurutnya, Teheran sedang mengkaji proposal tersebut dan akan merespons sesuai dengan prinsip kepentingan nasional Iran.

BACA JUGA:Arab Saudi Luncurkan Layanan Kesehatan Digital

BACA JUGA:Perjuangan Palestina Cerminkan Tuntutan Keadilan Global Bukan Sekadar Isu Regional

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Araghchi menambahkan bahwa Iran bersikap terbuka untuk melanjutkan negosiasi, dan menyebut beberapa mekanisme yang diajukan Oman dapat membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan. “Kemajuan masih mungkin dicapai dalam satu atau dua putaran pembicaraan tambahan,” katanya.

Sebelumnya, dalam wawancaranya dengan Bloomberg, Presiden Trump menyatakan bahwa kesepakatan baru yang diinginkan AS harus mencakup ketentuan yang memungkinkan Washington mengambil tindakan militer terhadap fasilitas nuklir Iran jika dianggap perlu. Meski begitu, ia tetap optimistis bahwa kesepakatan dapat diraih dalam dua pekan mendatang.

Negosiasi nuklir antara AS dan Iran telah berlangsung dalam lima putaran tidak langsung dengan mediasi Oman. Putaran terakhir digelar di Roma pada 23 Mei lalu. Namun, ketegangan meningkat menjelang pertemuan tersebut karena perbedaan sikap mengenai pengayaan uranium.

AS mendesak Iran untuk sepenuhnya menghentikan aktivitas pengayaan uranium sebagai syarat utama kesepakatan, sementara Iran menolaknya, dengan menegaskan bahwa hak atas teknologi nuklir damai merupakan bagian dari kedaulatan nasional.

Meskipun demikian, Iran menunjukkan sikap kompromi dengan menyatakan kesediaannya untuk menurunkan tingkat pengayaan uranium dan memberikan akses internasional yang lebih besar terhadap fasilitas nuklirnya, sebagai langkah transparansi bahwa program yang dijalankan bersifat non-militer.

Dengan dinamika yang terus berkembang, komunitas internasional menaruh harapan agar kedua belah pihak dapat menemukan titik temu demi meredakan ketegangan dan menjaga stabilitas di kawasan Timur Tengah. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan