Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Karena Merasa Tak Bersalah

Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong -Disway-
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menyebut bahwa ketidakbersalahan yang diakui oleh mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, terkait dugaan impor gula ilegal 2015-2016 menjadi alasan yang memberatkan tuntutan hukuman 7 tahun penjara.
Merespon itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan, alasan jaksa untuk memberatkan hukuman berdasarkan ketidakbersalahan terdakwa adalah keliru.
Menurutnya, mengakui atau tidak mengakui kesalahan adalah hak setiap terdakwa dalam proses hukum.
"Jaksa yang terlalu subyektif dan berpikir sempit dalam kasus ini. Dimana pun, seorang terdakwa pasti akan membela diri dengan menyatakan bahwa tindakannya tidaklah merupakan kejahatan, terutama jika keputusan tersebut didasari oleh kebijakan atau perintah dari atasan," ujar Fickar, 6 Juli 2025.
BACA JUGA:Zohran Mamdani
BACA JUGA:Satu Pekerja PETI Tewas Tertimbun Tanah
Ia menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini tampaknya kurang berpengalaman dalam mengelola strategi hukum yang lebih mendalam. bukan sekadar perasaan tidak bersalah.
"Jadi seharusnya yang diserang itu bukan rasa tidak bersalahnya, tetapi argumen atau dasar pikiran yang melandasi bantahan terdakwa. Sepertinya JPU belum banyak pengalamannya," tegasnya.
Tom Lembong dinyatakan oleh jaksa secara sah bersalah dan melanggar pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung memutuskan untuk tidak membebankan uang pengganti kepada Tom Lembong.
Menurut jaksa, uang pengganti tersebut lebih tepat dibebankan kepada pihak-pihak swasta yang turut menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang terjadi selama periode impor gula ilegal 2015-2016.
"Adapun pihak-pihak yang turut menikmati atau memperoleh uang hasil tindak pidana korupsi dalam perkara a quo dapat dibebankan pidana tambahan berupa penjatuhan uang pengganti tersebut yang diuraikan lebih rinci dalam surat tuntutan masing-masing terdakwa yang mana dilakukan penuntutan secara terpisah," ujar jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7).
Jaksa mengungkapkan bahwa uang pengganti dalam kasus ini lebih tepat dibebankan kepada pihak swasta yang memperoleh keuntungan dari tindak pidana tersebut.
Oleh karena itu, dalam kasus ini, pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti akan diterapkan pada para pihak swasta yang dinyatakan terbukti merugikan keuangan negara.