Nota Belanja Tidak Diakui Kebenarannya, Sidang Lanjutan Kasus Korupsii Dana Desa Siulak Kecil Hilir

SIDANG: Saksi ahli saat disumpah sebelum memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus korupsi Dana Desa Siulak Kecil Hilir.-MAQFIROTUN QIFTIYA/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent

JAMBI – Sidang perkara korupsi Dana Desa Siulak Kecil Hilir, dilanjutkan Senin (18 Maret 2024) kemarin. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli, Rini Rosa yang merupakan  auditor di Inspektorat Provinsi Jambi. Rini membeberkan bahwa, adanya belanja uang APBDes, tidak diakui kebenarannya.

“Belanja yang tidak didampingi kebenarannya, yaitu belanja bibit jahe senilai Rp 90 juta,” ujarnya.

Rini juga mengatakan, pembelanjaan bibit jahe itu tidak diyakini, karena pemilik toko berdasarkan nota merupakan saudara kandung Kepala Desa, Arti Arga.

Atas pembelanjaan itu, ada pada rekening belanja barang dan jasa, yang diserahkan kepada masyarakat, namun tidak dilengkapi dengan bukti tanda terima kepada masyarakat. kemudian juga tidak adanya masyarakat yang dapat dimintai keterangan, terkait penyerahan bibit jahe tersebut.

BACA JUGA:Polda Jambi Turunkan Tim Tangani Kasus, Santri Meninggal di Ponpes

BACA JUGA:Simak! 7 Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Dari kejadian itu, Jasa Alex bertanya kepada ahli, mengenai bibit jahe diserahkan kepada BUMDes atau tidak.

“Apakah ahli mengetahui bahwa bibit jahe itu diserahkan kepada BUMDes?” tanyanya.

Ahli Rini Rosa menjawab bahwa, tidak adanya bukti yang menyakinkan bahwa bibit itu diberikan kepada BUMDes. 

Selain kejadian bibit jahe, JPU juga mengulik tentang adanya ketidak sesuaian pembelanjaan, terkait peraturan perundang-undangan sejumlah Rp 446.875.681,65.

BACA JUGA:AI Bisa Deteksi Diabetes Tipe 2 Lewat Suara

BACA JUGA:Bupati Fadhil Arief Pecahkan Rekor Muri di Festifal Literasi

Rini lantas menjelaskan bahwa, berdasarkan hasil klarifikasi, dari berita acara tahunan, yang diperoleh dari tim kejaksaan, banyaknya toko-toko tempat belanja kebutuhan desa, setelah dilakukan klasifikasi terhadap bukti belanja, bahwa toko-toko tersebut mengaku tidak pernah merasa mengeluarkan bukti belanja tersebut. 

Dari penjelasan Rini, dapat disimpulkan bahwa, nota belanja yang ada itu bukan berasal dari toko tempat berbelanja aslinya, atau bisa disebut nota fiktif, sehingga diragukan kebenarannya. (Mg02/enn)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan