Kian ke barat pohon bukan lagi kian pendek. Tidak ada lagi pohon! Sama sekali. Yang ada semak-semak. Pun sampai kota Odessa --dua jam di barat Sonora.
Saya sempat bertanya-tanya mengapa Presiden George Bush pernah tinggal beberapa tahun di Odessa --di masa mudanya. Seterpencil ini.
Ketika memasuki Odessa saya baru tahu: ini kota minyak. Bush muda bekerja di perusahaan minyak. Lalu bisnis minyak. Odessa ternyata punya magnetnya sendiri.
Kami bermalam di Odessa. Datarannya datar. Bukan saja tidak ada pohon juga tidak ada bangunan lebih dari tiga lantai. Di mana-mana gudang. Workshop. Besi. Truk. Pipa. Campur dengan hotel-hotel kecil dan restoran.
BACA JUGA:M Fadhil: Tidak Boleh Lagi Ada Masyarakat Sarolangun yang Susah
BACA JUGA:Tindak Tegas Kontraktor Berkinerja Buruk, BPJN Hentikan Pengerjaan Jalan Inpres di Tanjab Timur
Kotanya luas sekali. Melebar. Bukan meninggi. Itu karena sumur minyaknya juga luas.
Menjelang masuk Odessa ada suara peringatan masuk HP: hati-hati, segera ada badai pasir debu. Benar terjadi.
Puting beliung meraup pasir, mengajaknya naik, memutarnya ke segala arah. Semua pengemudi menginjak rem.
Mobil di depan hanya terlihat samar. Tertutup debu warna kekuningan. Mobil di depannya lagi sama sekali tidak terlihat. Bahaya sekali.
BACA JUGA:Puncak Kemarau Diperkirakan Juli
BACA JUGA:Jajaki Penambahan Satwa Baru Harus Lalui Proses Ketat dan Panjang
Sekitar lima menit kemudian beliung berhenti memuting. Atau puting yang berhenti meliung. Jalan mulai samar-samar. Mobil kembali bisa melaju. Tapi langit masih kuning tertutup debu.
Pun tiba di hotel, belum bisa melihat langit. Padahal sore itu harus ke satu tempat. Kami pun pilih istirahat di kamar. Janet khawatir. Mengenakan masker. Aneh masih menyimpan masker. Wanita memang selalu lebih siap.
Pukul 20.30 langit sudah kembali biru. Matahari malam masih bersinar kuat. Udara tidak lagi sepanas siang: cari makanan Jepang.