JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan aplikasi belanja Temu tidak akan bisa masuk Indonesia lantaran model bisnisnya tidak dapat diterapkan di tanah air.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan model bisnis dari platform asal China tersebut merupakan produsen ke konsumen atau factory to consumer (F to C), yang mana tidak bisa berlaku di Indonesia.
"Modelnya, Temu F to C, di kita enggak bisa. Kena itu terganjar sama peraturan pemerintah, ada PP 29 (PP Nomor 29 Tahun 2021) mengenai distribusi, itu produsen enggak bisa langsung masuk ke konsumen," ujar Isy di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
PP 29 Tahun 2021 mengatur tentang kebijakan dan pengendalian ekspor dan impor, penggunaan atau kelengkapan label berbahasa Indonesia, distribusi barang, sarana perdagangan, standardisasi, pengembangan ekspor, metrologi legal, serta pengawasan kegiatan perdagangan dan pengawasan terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.
BACA JUGA:Penegakan Hukum Keimigrasian Januari–Mei Naik 94,4 Persen
BACA JUGA:Jamin Pasokan LPG Bersubsidi di Provinsi Jambi Lancar
Selain itu, Indonesia juga memiliki Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Isy menyampaikan sampai saat ini Kemendag belum menerima pendaftaran atau pengajuan izin berusaha melalui sistem elektronik.
Menurutnya, saat ini Temu belum masuk Indonesia. Namun, aplikasi tersebut sudah dapat diakses di negara tetangga seperti Malaysia.
"Temu itu belum masuk, belum ada pendaftaran, pengajuan ke Kementerian Perdagangan, mungkin di Malaysia, bukan di Indonesia. Belum masuk ke Indonesia, belum daftar dan belum ada kontak ke Kemendag," kata Isy.
BACA JUGA:Simak! 5 Kota Dengan Kualitas Udara Terkotor di Indonesia
BACA JUGA:Simak! Ini Dia 6 Manfaat Sertifikat UTBK SNBT 2024 untuk Calon Mahasiswa Baru
Lebih lanjut, Isy menyebut lokapasar asal China tersebut harus melakukan banyak penyesuaian karena Indonesia memiliki sejumlah aturan yang harus dipenuhi.
"Kalau mau harus ada penyesuaian, banyak yang disesuaikan, masih ada barrier-nya kita, banyak banget," ucapnya. (ANTARA)