Tips Membantu Anak Atur Emosi, Agar Lebih Tenang

Minggu 05 Oct 2025 - 20:14 WIB
Reporter : Surya Elviza
Editor : Surya Elviza

JAMBI – Setiap anak pasti pernah mengalami ledakan emosi—menangis keras, berteriak, hingga marah besar. Reaksi spontan banyak orang tua adalah segera menenangkan atau menghentikan situasi. Namun penting disadari bahwa emosi anak bukanlah musuh yang harus dilawan, melainkan sinyal akan kebutuhan batin mereka yang belum terpenuhi.

Mengatur emosi adalah keterampilan penting yang tidak muncul secara instan. Anak perlu dibimbing secara sabar agar mampu memahami dan mengekspresikan perasaannya dengan cara yang sehat. Berikut lima tips penting yang bisa Moms terapkan untuk membantu anak lebih tenang dan mampu meregulasi emosinya sendiri:

BACA JUGA:Silent Walking Bagus untuk Kesehatan Mental

BACA JUGA:Tekan Kasus Penyelundupan Manusia

1. Terima Luapan Emosi sebagai Bagian dari Proses

Ketika anak marah atau menangis keras, bukan berarti ia “nakal”. Emosi besar menandakan adanya ketidaknyamanan atau frustrasi yang belum bisa mereka kelola. Alih-alih langsung menenangkan dengan berkata, “Sudah, jangan marah,” cobalah beri ruang bagi anak untuk merasa.

Dengan menunjukkan penerimaan terhadap emosinya, anak akan belajar bahwa semua perasaan itu valid—meski tidak semua tindakan diperbolehkan. Ini menciptakan rasa aman dan membentuk fondasi regulasi emosi yang sehat.

2. Jangan Menambah Api dengan Respons Tergesa

Saat anak berada di puncak kemarahan, terlalu banyak kata-kata atau instruksi bisa memperburuk situasi. Alih-alih menasihati, cukup hadir secara tenang dan stabil. Kehadiran fisik yang menenangkan lebih efektif daripada seribu nasihat saat anak sedang marah.

Menahan diri untuk tidak reaktif menjadi kunci agar anak merasa didampingi, bukan dilawan.

3. Bantu Anak Melepaskan Energi dengan Cara yang Aman

Emosi besar sering datang dengan energi besar. Jika tidak disalurkan dengan benar, bisa jadi anak menendang, melempar, atau berteriak. Sediakan ruang aman di rumah—seperti pojok tenang dengan bantal, boneka, atau matras—agar anak bisa melepas emosinya dengan cara yang tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Aktivitas seperti meremas bantal, menggambar bebas, atau merobek kertas bisa menjadi cara sehat untuk “mengosongkan” emosi sebelum mengajak anak berdiskusi.

4. Bangun Sistem Tanggung Jawab yang Konsisten

Penerimaan emosi bukan berarti tanpa batasan. Anak tetap perlu belajar tentang konsekuensi dari tindakannya. Misalnya, jika anak merusak mainan karena marah, ia bisa diminta untuk merapikan atau tidak mendapatkan mainan baru dalam waktu tertentu.

Kategori :