Yang menjadi penengah adalah:
1. Drs. Hasan Basri Agus, MM (tumenggung jayo diningrat)
2. H. Nawawi Ismail (mangku setio pengembiro)
3. Drs. H. Hasan Basri Jamid (Ario Perbo Ketayo Alam)
4. Drs. H. Syarnubi Damai (Depati Setyo Alam)
5. Drs. H. Hatam Tafsir (Depati Intan Mangkuto Alam)
BACA JUGA:Sadis! Pria di Riau Nekat Membunuh Istrinya Akibat Ibunya Selalu di Hina
BACA JUGA:Tiktok Notes Resmi Dirilis, Bakal Menjadi Pesaing Instagram
Dalam kedua prosesi adat ini tidak hanya menggunakan bahasa komunikasi biasa. Tetapi juga penuh dengan seloko adat.
Berupa pantun adat, pepatah adat, kata adat, dan ungkapan-ungkapan tradisional lainnya. Ungkapan-ungkapan itulah yang disebut seloko adat.
Seloko merupakan teks atau teks-teks yang mengungkapkan perasaan, pikiran, keyakinan, pesan-pesan, informasi, dan ketentuan-ketentuan adat dengan menggunakan bahasa tradisional Melayu Jambi.
Salah satu bentuk sastra lisan daerah Jambi adalah seloko adat. Seloko adat ini digunakan dalam komunikasi seremonial dan ekspresivitas lainnya.
BACA JUGA:Ketua KPU Kembali Dilaporkan ke DKPP Terkait Kasus Dugaan Pelecehan Seksual
BACA JUGA:7 Manfaat Kayu Manis Bagi Kesehatan Tubuh, Ternyata Bisa Juga Kurangi Risiko Diabetes!
Salah satu momen pemanfaatan seloko ini adalah pada prosesi-prosesi adat perkawinan Melayu Jambi.
Seloko adat ini mengandung berbagai nilai budaya, baik berupa nilai kehidupan, nilai moral, nilai hukum, dan sebagainya.