JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan nilai tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) mencapai Rp20 miliar.
"Mengenai nilai TPPU yang didakwa tim jaksa sebesar Rp20 miliar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
Ali menjelaskan angka tersebut naik dari temuan awal tim penyidik KPK terkait TPPU tersangka GS yang mencapai Rp9 miliar.
Kemudian rincian aset bernilai ekonomis yang diduga terkait dengan TPPU tersebut, dibuka ke hadapan publik dan siap diuji di Pengadilan.
BACA JUGA:Ganti Rugi Belum Klir, Sengketa Lahan SDN 212 Kota Jambi
BACA JUGA:Wabup Baktiar Hadiri Perpisahan SMAN 3 Batanghari
"Lengkapnya isi dakwaan akan dibuka saat persidangan perdana pembacaan surat dakwaan," ujarnya.
KPK pada Kamis (30 November 2023) kembali menahan mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Gazalba Saleh (GS) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Gazalba Saleh diduga telah memanfaatkan jabatannya selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017 untuk mengondisikan isi amar putusan yang mengakomodasi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berperkara dan mengajukan upaya hukum di MA.
Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.
BACA JUGA:Prabowo: Elite Harus Kerja Sama Jika Indonesia Ingin Sejahtera
Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp15 miliar.
Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis antara lain pembelian tunai satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar.
Kemudian pembelian satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp5 miliar.