Seragam Baru
Dahlan iskan--
Terminal 3 memang sangat besar. Kadang membuat bangga. Kadang seperti sauna –kalau musim kemarau antara jam 12.00 sampai 14.00. Dinding kacanya yang masif jadi pengantar sinar matahari tropis.
Yang paling simpel sebenarnya naik-turun di Halim Perdanakusuma. Sayang penampilan terminal Halim Anda sudah tahu: seperti Indonesia di tahun 1975. Kini kalah jauh dari stasiun kereta Whoosh.
BACA JUGA:Ini Cara Beberapa Zodiak Ungkapkan Rasa Cemburunya, Yuk Sadari Sejak Dini (Part 2)
BACA JUGA:Yuk Cobai, Keripik Pisang Lumer Terenak se-Universitas Jambi
Kalau naik dan turun di Halim, pilihan saya hanya dua: Citilink 7 kali, Batik 3 kali. Tidak ada Pelita di Halim.
Pun jurusan luar negeri. Saya tidak pilih-pilih. Pernah sering naik Emirate atau Qatar. Itu semata karena jenis pesawatnya: 380. Waktu itu belum banyak penerbangan yang memilikinya.
Kelas bisnis Emirate benar-benar mewah. Tak terbayang first class-nya.
Ke Hong Kong terakhir, bulan lalu –untuk lanjut ke Meizhou– saya pilih Garuda. Lapang. Nyaman. Hanya dua penumpang yang di kelas bisnis. Makanannya enak. Cocok dengan selera.
BACA JUGA:Ini Cara Beberapa Zodiak Ungkapkan Rasa Cemburunya, Yuk Sadari Sejak Dini (Part 1)
BACA JUGA:Resep Se’i Sapi, Olahan Khas NTT yang Bikin Nagih
Sebenarnya saya naik Garuda semata karena ingin tahu seragam baru pramugarinya. Yang lebih modern dan glamour.
Saya baru melihat di videonya. Saya penasaran: apakah kenyataannya sebagus di video itu.
Ternyata pramugari Garuda masih pakai seragam lama. Seragam yang sekarang memang sudah dipakai sekitar 20 tahun. Tidak pernah ganti lagi.
Tapi saya salut dengan perancangnya dulu. Seragam itu tidak terasa ketinggalan zaman. Abadi. Memperkuat brand Garuda. Juga lebih cocok sebagai seragam di penerbangan.
BACA JUGA:Resep Daging Masak Bumi Hangus Samarinda, Hitam tapi Manis