KLHK Sebut Termasuk Tindakan Ilegal Panen Tebu Melalui Pembakaran

Rasio Ridho Sani-ANTARA FOTO-Jambi Independent

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan praktik pemanenan tebu melalui pembakaran merupakan perbuatan ilegal karena melanggar perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

"Panen dengan cara dibakar tidak diizinkan. Banyak cara lain untuk panen, salah satunya menggunakan mekanik," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani di Jakarta, Senin.

Rasio menuturkan, meski perusahaan berdalih kegiatan membakar lahan tebu diperbolehkan melalui peraturan gubernur, namun itu tidak serta merta melegalkan praktik tersebut karena regulasi tertinggi adalah undang-undang.

Menurut dia, regulasi pemerintah pusat seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Perkebunan secara jelas melarang praktik pemanenan dengan cara dibakar.

BACA JUGA:Sukses, Malam Puncak Grand Final Putri Hijabfluencer Provinsi Jambi

BACA JUGA:Hari Berkabung Selama Lima Hari

"Banyak cara yang lebih berkelanjutan untuk lingkungan. Tindakan memanen tebu dengan cara dibakar merugikan lingkungan hidup, merugikan masyarakat, dan merugikan negara," kata Rasio.

KLHK mencatat setidaknya ada dua perusahaan tebu di Lampung yang terindikasi melakukan pemanenan tebu dengan cara dibakar, yakni PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP).

Pada 2021, perhitungan awal luas lahan tebu yang dibakar perusahaan SIL dan ILP mencapai 5.469 hektare. Sedangkan, luas lahan yang terbakar pada tahun 2023 mencapai 14.492 hektare.

Kedua perusahaan tebu itu berlindung di balik Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023.

BACA JUGA:Diikuti 500 Pohon Bonsai

BACA JUGA:Lia James

Menteri LHK Siti Nurbaya sempat menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris.

KLHK bersama masyarakat lantas menempuh jalur hukum melalui permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung. Lembaga tinggi pengadilan kasasi itu mengabulkan permohonan uji materiil tersebut dan mengharuskan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 untuk dicabut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan