Vina Doa

Dahlan iskan--

Mungkin dari sini bisa dimulai penyelidikan baru; apakah tanda tangan itu palsu. Lalu terjadi salah tangkap. Mudah sekali pembuktiannya di zaman modern ini.

Hukuman seumur hidup untuk 7 remaja itu --sekarang mereka sudah pemuda sekitar 27 tahun-- sudah punya kekuatan hukum yang pasti.

BACA JUGA:Bingung Mau Ngapain Akhir Pekan Besok? Para Zodiak Ini Punya Solusinya

BACA JUGA:Indonesia Jajaki Perluasan Ekspor ke Eropa via Genova & Trieste

"Si 15 tahun" yang merasa salah tangkap itu sudah naik banding tapi ditolak. Kasasinya pun ditolak.

Tapi masih ada mekanisme Peninjauan Kembali (PK). Titin Prialianti, pengacaranya, harus dilakukan itu. Apa pun hasilnya.

"Jelas perlu ajukan PK," ujar Karni Ilyas, senior saya lainnya di TEMPO.

Saya hubungi Karni kemarin. Ia adalah wartawan yang menjadi pemicu lahirnya PK. Yakni setelah ia membongkar salah tangkap pada kasus Sengkon dan Karta pada 1997.

BACA JUGA:Rinov/Pitha Lolos ke Perempat Final Malaysia Masters 2024 Usai Kalahkan Pasangan Jerman

BACA JUGA:Ester Nurumi Tri Wardoyo Akhiri Langkah di Malaysia Masters 2024 Usai Dikalahkan Wang Zhi Yi

Tentu cerita film tidak harus dipercaya. Film adalah fiksi. "Memang fiksi terbaik adalah kalau memasukkan fakta-fakta nyata ke dalamnya. Dari segi itu film ini menjadi fiksi yang berhasil."

Itu yang mungkin akan dikatakan Prof Salim Said bila mengulasnya.

Terakhir, saya bertemu beliau di Makkah. Sama-sama umroh. Banyak tahun lalu.

Belakangan beliau sangat religius --namanya pun diubah menjadi Salim Haji Said --diambil dari nama almarhum Haji Said, ayahnya, dari Pare-Pare, Sulsel.

BACA JUGA:Cobain! Resep Cemilan Bola Ubi Ungu Coklat Lumer

Tag
Share