Wamendagri: Presiden Nilai Sistem Pemilu Tidak Efisien
SISTEM PEMILU: Bima Arya, Wamendagri menanggapi hasil riset dari CSIS.-Antara/Jambi Independent-
JAKARTA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto meminta untuk memperbaiki sistem pemilihan umum (pemilu) karena tidak efisien dan terlalu mahal.
"Sistem politik atau sistem pemilu ini boros, bukan hanya dalam hal penyelenggaraannya," kata Wamendagri Bima di Jakarta, Kamis (21/11), setelah menanggapi hasil riset dari peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Pada saat dipanggil ke kediaman Presiden Prabowo ketika akan ditunjuk sebagai wakil menteri, kata Bima Arya, Presiden berpesan untuk memperbaiki sistem pemilu di Indonesia.
Hal itu, kata Bima Arya, karena Presiden menilai bahwa pemilu yang diselenggarakan tidak efisien dan boros sehingga perlu dicari solusi yang lebih tepat.
BACA JUGA:300 Personel Brimob Mabes Polri Bantu Pengamanan Pilkada di Papua
BACA JUGA:Bawaslu Kembali Ingatkan Soal Netralitas ASN, Serta Ancaman Pidana untuk Money Politic
Selain Presiden, kata Bima Arya, keluhan juga terjadi di ruang publik baik oleh pengamat, peneliti, masyarakat, maupun politikus.
"Tata cara pemilihannya pun menimbulkan politik biaya tinggi, politik uang, dan lain sebagainya. Aspirasi dan keluhan datang dari mana-mana," tuturnya.
Untuk itu, lanjut Bima Arya, saat ini Kemendagri berupaya mencari formulasi yang baik untuk sistem pemilu supaya tidak boros dan lebih baik lagi.
Ia juga menyatakan bahwa dengan pemilu berbiaya tinggi, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan harapan sehingga Kemendagri akan berupaya memperbaiki sistem setelah Pilkada 2024 selesai.
BACA JUGA:SAH Tegaskan Makan Bergizi Gratis Bagian Strategi Pemerintahan Prabowo
BACA JUGA:AS Setujui Potensi Penjualan Militer Senilai Rp 1,5 T ke Ukraina
"Jadi, ini waktu yang sangat tepat untuk memperbaiki karena kita ingin pemerintahan ini efektif dan efisien," katanya.
Bima Arya menyebutkan di beberapa daerah anggaran pemilu itu menyebabkan sejumlah alokasi anggaran lainnya ditiadakan atau dikurangi, dan ini tentu mengganggu pembangunan di daerah tersebut.
"Jangan sampai alokasinya tinggi sekali untuk penyelenggaraan. Sering kali di banyak daerah ini meniadakan anggaran yang lain," ujarnya. (ANTARA)