Kenaikan PPN 12% Fokus pada Barang Mewah, Barang Pokok Tetap Bebas Pajak

Presiden Prabowo Subianto menaiki alat panen modern "combine harvester" saat meninjau langsung proses tanam dan panen padi di Desa Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke.-ANTARA-

JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.


Namun, ia menyadari bahwa pencapaian target penerimaan pajak untuk tahun ini menghadapi berbagai tantangan besar.Hingga akhir Oktober 2024, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 1.517,53 triliun atau sekitar 76,3 persen dari target yang telah ditetapkan untuk 2024.

BACA JUGA:Maulana Kabbani

BACA JUGA:Pilkada Kerinci Berlanjut ke MK, Tiga Paslon Siap Buktikan Adanya TSM di Pilkada Kerinci


Dengan waktu yang tersisa, Said menilai bahwa target penerimaan pajak akan sulit tercapai sepenuhnya.
“Penerimaan pajak sangat dibutuhkan negara untuk membiayai berbagai program yang akan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Said.


Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.


Keputusan ini juga sudah disepakati oleh seluruh fraksi di DPR bersama pemerintah. Menurut Said, tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.


Meski begitu, pemerintah tetap memperhatikan daya beli masyarakat dengan memberikan pengecualian pajak bagi barang-barang kebutuhan pokok.


Barang-barang yang tidak dikenakan PPN antara lain beras, jagung, kedelai, daging, telur, serta sayuran dan buah-buahan segar.


Barang-barang tersebut tetap tersedia dengan harga yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.


Sementara itu, barang konsumsi lainnya, termasuk kendaraan, rumah, dan barang mewah, akan dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen.


Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi kelompok berpenghasilan tinggi terhadap pendapatan negara.
Said menjelaskan bahwa jika kenaikan PPN hanya berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), maka hal tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi target penerimaan pajak pada 2025 sesuai dengan APBN 2025.

PPNBM sejak 2013 hingga 2022 berkontribusi sangat kecil, hanya sekitar 1,3 persen dari total penerimaan.


Menurutnya, skenario penerimaan pajak 2025 dengan tarif PPN 12 persen juga bertujuan untuk mendanai berbagai program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp 71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis sebesar Rp 3,2 triliun, serta pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan di daerah-daerah yang membutuhkan investasi besar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan