Mantan PPK Disdik Provinsi Jambi Jadi Tersangka Kasus Korupsi DAK Senilai Rp 21,8 Miliar

KORUPSI: Uang senilai lebih kurang Rp 6 miliar hasil penyitaan kasus dugaan korupsi DAK di Disdik Provinsi Jambi, dihadirkan dalam konferensi pers.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent

JAMBI – Mantan Pekjabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, ZH, ditetapkan menjadi tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi.

ZH tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan praktik sekolah yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2021. Penyidik menetapkan ZH menjadi tersangka setelah mengumpulkan bukti dengan kerugian negara mencapai Rp 21,8 miliar.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Jambi, AKBP Taufik Nurmandia, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah audit komprehensif terhadap pengadaan peralatan praktik untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Provinsi Jambi.

"Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 90 orang saksi dan menyita 500 dokumen serta barang bukti digital yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi," ungkap AKBP Taufik dalam konferensi pers di Mapolda Jambi, Jumat (11/4) lalu.

BACA JUGA:Al Haris Dorong Revitalisasi Total GOR, Peninjauan Sarana Olahraga di Kotabaru

BACA JUGA:YPJ Menang Kasasi, MA Batalkan Status Badan Hukum TPBJ dan YPJ 77

Berdasarkan hasil penyelidikan, pada tahun 2021 Dinas Pendidikan Provinsi Jambi mengajukan anggaran DAK kepada Kementerian Pendidikan dengan nilai mencapai Rp 122 miliar untuk SMK dan Rp 51 miliar untuk SMA.

"Penyelidikan kami menemukan bahwa pengadaan dilakukan melalui e-purchasing tanpa adanya harga pembanding. Proses klik surat pesanan bahkan dilakukan langsung oleh PPK bersama broker di Jakarta," jelas AKBP Taufik.

Bahkan barang-barang yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, tidak memenuhi standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan tidak dapat difungsikan oleh sekolah penerima meskipun telah dibayar 100 persen dari nilai kontrak.

"Kemarin juga sudah dipanggil ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), guna menilai kualitas barang dan menemukan adanya pelanggaran hukum," kata dia. 

Setelah diperiksa ternyata barang itu sudah dimark-up dan merugikan negara. 

"Intinya barang itu sudah tidak layak dipakai lagi," tegas Taufik.

Berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 21,8 miliar.

Selanjutnya, dari kasus itu, Polisi juga menyita uang Rp 6 miliar sebagai barang bukti. Uang Rp 6 miliar tersebut terdiri dari pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, yang juga dihadirkan saat konferensi pers.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan