Menkes Telusuri Aliran Obat Bius Yang Digunakan Pelaku Kekerasan Seksual RSHS Bandung

KEKERASAN SEKSUAL: Dokter PPDS Anestesi PK Unpad yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin memastikan bahwa pihaknya akan menelusuri aliran obat bius yang digunakan oleh dokter PPDS Anestesi FK Universitas Padjadjaran (Unpad).
Obat bius tersebut digunakan untuk melancarkan aksi kekerasan seksual terhadap keluarga pasien ICU RS Hassan Sadikin (RSHS) Bandung beberapa waktu lalu.
Hal ini merupakan salah satu aspek yang akan dievaluasi pada periode pembekuan kegiatan residensi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Unpad di RSHS Bandung selama sebulan ke depan.
Mengingat, peredaran obat-obatan, terutama anestesi harus diawasi dengan ketat, khususnya di dalam rumah sakit.
BACA JUGA:Mbak Titiek
BACA JUGA:Mancing Belut di Jalan sebagai Bentuk Protes
"Itu yang hanya boleh mengambil obat, itu adalah konsulennya. Harusnya yang mengambil obat itu bukan si muridnya. Jadi kenapa bisa turun? Nah, itu kita yang mau lihat," kata Budi.
Ia menegaskan bahwa secara aturan sudah jelas bahwa obat-obatan rumah sakit harus disimpan di tempat tertentu.
"Yang boleh mengambil itu harusnya bukan anak didik. Kok, ini bisa sampai ke anak didik? Itu musti dicek, kan? Di mana lepasnya? Kalau sekarang saya belum bisa jawab," tambahnya.
Sehingga dalah kurun waktu satu bulan ini pihaknya akan mengecek bagaimana proses pengawasan selama ini berjalan.
"Itu sebabnya kenapa dalam sebulan ini saya mau me-review semuanya berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan dan pelaksanaan pelayanan, khususnya yang dilakukan oleh PPDS ini," ungkap Budi.
Menurutnya, kejadian ini merupakan kasus unik lantaran melibatkan dua institusi, yakni Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan perguruan tinggi.
"Karena ini, kan, unik. Kalau yang karyawan itu, kan, (tanggung jawab) 100 persen di kita. Tapi kalau PPDS ini kombinasi karena ini adalah murid dari Fakultas Kedokteran Unpad yang sekolahnya di kita," paparnya.
Di mana, pihak kampus menilai peristiwa terjadi rumah sakit, sedangkan Kemenkes tidak bisa menghukum pelaku mengingat secara administratif bukan pegawai rumah sakit. Sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan bersama-sama.