Tarif India 25 Persen Lebih Besar dari Indonesia

Presiden US, Donald Trump.-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent

WASHINGTON DC - Kebijakan dagang Donald Trump jadi sorotan. Tarif impor produk dari India dipatok hingga 25 persen, lebih tinggi dari bea masuk terhadap negara berkembang lain seperti Indonesia dan Filipina.

Selain patok tarif impor sebesar 25 persen, India dikenai denda lantaran bertransaksi dengan Rusia. Langkah ini langsung memicu reaksi dari pelaku pasar global, sekaligus menimbulkan pertanyaan. Mengapa India jadi sasaran utama kebijakan proteksionisme terbaru Trump?

Trump menuding India "main dua kaki" lantaran telah menikmati surplus dagang besar terhadap AS, namun di saat yang sama menjalin kemitraan strategis dengan musuh-musuh Washington, terutama Rusia.

India, disebutnya, ingin berdagang bebas di AS, tapi juga membeli minyak murah dari Rusia dan memperluas hubungan dengan China. 

BACA JUGA:Pemprov Jambi Prioritaskan Program Strategis di APBD 2026

BACA JUGA: APBDP Provinsi Jambi Belum Dibahas, Ketua DPRD: Batas Akhir Penetapan Bulan September

"Selain itu, mereka selalu membeli sebagian besar peralatan militer mereka dari Rusia, dan merupakan pembeli energi terbesar Rusia, bersama dengan China, pada saat semua orang ingin Rusia MENGHENTIKAN PEMBUNUHAN DI UKRAINA," ujar Trump.

"KARENA ITU, INDIA AKAN MEMBAYAR TARIF 25%, DITAMBAH DENDA ATAS HAL-HAL DI ATAS, MULAI 1 AGUSTUS." kata Trump di unggahan Truth Social, Rabu 30 Juli 2024.

Menurutnya, pemberlakuan tarif tinggi adalah bentuk "keadilan dagang" dan upaya untuk "menghukum" negara-negara yang mengambil keuntungan dari pasar AS tanpa komitmen politik yang seimbang.

India tercatat sebagai salah satu mitra dagang terbesar AS di Asia Selatan dengan nilai perdagangan mencapai lebih dari US$120 miliar pada 2024. Kenaikan tarif ini akan berdampak langsung pada produk unggulan India seperti tekstil, obat generik, baja, dan komponen teknologi.

Sementara itu, Indonesia hanya dikenakan tarif sekitar 10-15 persen dalam kebijakan revisi tersebut, justru dianggap oleh Trump sebagai “negara mitra dagang yang lebih netral.”

Hal ini mengacu pada pembelian minyak dan gas India dari Rusia dan Iran.

Meski tidak langsung dilabeli sebagai negara prioritas, Indonesia bisa saja mendapat limpahan permintaan dari perusahaan AS yang ingin mengalihkan rantai pasok dari India. Peluang ini terbuka di sektor garmen, perikanan, hingga komponen elektronik.

Washington merasa frustrasi karena meski India adalah bagian dari Quad (aliansi keamanan Indo-Pasifik yang dipimpin AS), New Delhi tetap membeli minyak dari Rusia dan bersikap hati-hati dalam mengecam konflik Moskow ke Ukraina. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan