Kasus Perundungan Lebih Dominan
--
Jambi - Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jambi mencatat kasus perundungan lebih dominan terjadi di lingkungan sekolah dibandingkan tempat kerja atau umum.
Kepala UPTD-PPA Provinsi Jambi Asi Noprini di Jambi, Selasa, mengatakan kasus perundungan di lingkungan sekolah sudah terjadi sejak lama dan banyak memakan korban.
BACA JUGA:Harga Daging Sapi di Pasar Kuala Tungkal Stabil, Namun Jarang Pembeli
BACA JUGA:Siapkan Laporan Kinerja dengan Maksimal
"Kami terus melakukan penanganan, bagaimana kami berusaha kasus itu selesai dengan baik ataupun kami juga kerja sama dengan pihak kepolisian bila perundungan sudah terlalu membuat dampak negatif pada korban," kata Asi.
Dalam menyelesaikan kasus perundungan di lingkungan sekolah, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan kepala sekolah maupun guru yang terlibat sehingga kasus-kasus tersebut harus diungkapkan dan tidak lagi disembunyikan sehingga korban mendapatkan hak perlindungan.
"Pihak sekolah harus meningkatkan pengawasan, kemudian kerja sama dengan orang tua siswa jangan lupa, karena mungkin anak di rumah tidak seperti itu (melakukan perundungan), tiba-tiba di sekolah dia bisa melakukan itu (perundungan)," jelasnya.
Asi juga menegaskan koordinasi antara orang tua dan guru di sekolah merupakan faktor yang sangat penting dalam menuntaskan kasus perundungan di lingkungan sekolah.
Tanpa menyebut angka, ia mengatakan secara keseluruhan kasus perundungan di Provinsi Jambi termasuk banyak, namun kasus kekerasan seksual lebih dominan dari pada kasus perundungan.
Untuk kasus perundungan terakhir salah satu korbannya adalah siswa pondok pesantren di Kabupaten Muaro Jambi yang terjadi beberapa waktu lalu, dimana korban seorang anak laki-laki yang telah melaporkan kasusnya ke Polda Jambi.
Pakar Literasi Digital Reguler Cegah Perundungan Siber pada Anak
Pakar pendidikan sekaligus dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta Susanto menyebutkan literasi pemanfaatan media digital secara regular khususnya bagi mereka yang masih kategori usia sekolah, dapat mencegah anak menjadi korban perundungan siber.
"(Ini) agar mereka memanfaatkan media digital secara tepat dan agar 'self protection' (perlindungan diri) anak semakin meningkat," kata dia yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017-2022 itu saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Perundungan dunia maya atau siber (cyberbullying) merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran dan dilakukan secara daring.
Salah satunya adalah menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau mengunggah foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
Lebih lanjut terkait upaya mencegah anak menjadi korban perundungan siber, Susanto menyarankan agar orang-orang dewasa di sekitar anak termasuk orang tua menumbuhkan kepeloporan sebaya.
"Hal itu terkait pemanfaatan media digital secara sehat, baik terkait volume waktu dalam pemanfaatan media digital sesuai tahapan usianya serta konten yang terpilih," katanya.
Orangtua, imbuh dia, perlu memantau dan memberi perhatian terhadap anak dalam pemanfaatan digital agar tetap mengedepankan etika dan keamanan, serta menumbuhkan lingkungan sosial anak tanpa perundungan di ranah daring.
"Apalagi usia sekolah dasar adalah usia imitatif maka memastikan lingkungan sosial anak harus jadi bagian prioritas peran orang tua," ujar Susanto.
Data UNICEF 2023 memperlihatkan terdapat 175.000 anak yang menjadi pengguna baru internet setiap hari atau satu anak setiap detik. Sementara di Indonesia, sebanyak 30 juta anak menjadi pengguna internet.
Menurut Susanto, tingginya jumlah pengguna internet usia anak menghadirkan ancaman dan risiko yang besar seperti paparan konten negatif, perundungan siber kepada anak, bahaya kebocoran data anak, hingga materi pelecehan seksual terhadap anak (child sexual abuse material).
Merujuk data UNICEF pada 2022, sebanyak 45 persen dari 2.777 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban perundungan dunia maya.
Susanto menambahkan, berkaca pada data ini, demi meningkatkan literasi anak usia sekolah dalam pemanfaatan media digital, diperlukan berbagai inovasi dari berbagai pihak.
Ini, sambung dia, termasuk melalui penyelenggaraan acara seperti edukasi, sosialisasi, pelatihan, hingga temu anak sekolah terkait pencegahan perundungan di sekolah dan madrasah di berbagai daerah, seperti yang pernah dilakukan lembaga yang dia dirikan. (ANTARA)