Buah Manis Perjuangan Petani Perhutanan Sosial Melawan Pancaroba

--
Bahkan beberapa di antaranya sempat menjadi pemburu burung kicau yang hidup di hutan belantara desa yang berbatasan langsung dengan Gunung Patah dan Bukit Barisan Selatan.
Semua aktivitas minor masyarakat yang merusak ekosistem hutan tersebut akhirnya berhasil menghentikan melalui pendekatan manfaat program Perhutanan Sosial.
Hal ini dibuktikan di mana ke-50 orang anggota KUPS tersebut merupakan generasi terakhir kelompok petani yang melakukan ladang berpindah dari Desa Cahya Alam.
"Sudah tidak ada sama sekali, berburu membakar lahan yang dimaksud sudah tumbuh rasa tanggung jawab atas kelestarian ekosistem hutan di desa kami. Lagi pula apa yang kami dapatkan saat ini sudah lebih dari cukup," kata Munika, yang juga pejabat Pemerintah Desa Cahya Alam.
Untuk kesejahteraan masyarakat
Munika adalah salah satu dari 1,2 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia yang merasakan manfaat secara sosial dan ekonomi program Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan jutaan kepala keluarga tersebut masing-masing tergabung ke dalam 10.075 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
KUPS merupakan kelompok masyarakat desa atau masyarakat hukum adat yang menerima izin pengelolaan lahan dalam kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial KLHK.
Izin pengelolaan hutan yang diberikan kepada KUPS berbentuk pengelolaan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
Direktorat Perhutanan Sosial KLHK mencatat sampai dengan Juli 2023 sudah 55 persen atau sekitar 5.625.137 hektare dari target 12,7 juta hektare lahan kawasan hutan di Indonesia yang digarap secara produktif oleh KUPS.
Tujuan pemberian izin pengelolaan hutan untuk masyarakat desa atau masyarakat hukum adat ialah untuk kesejahteraan keluarga mereka dan keberlangsungan upaya pelestarian alam itu sendiri.
Hal ini selaras sebagaimana maksud tujuan Undang-dang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan aturan turunan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Nilai ekonomi yang didapatkan KUPS atas Perhutanan Sosial per Juli 2023 sudah mencapai 67,88 persen atau senilai Rp519 miliar. Realisasi ketercapaian tersebut semakin mendekati target kinerja yang ditetapkan dalam rencana strategis nilai ekonomi produksi komoditas Perhutanan Sosial, yaitu sebesar Rp1,1 triliun untuk tahun 2023.
Manfaat ekonomi ini disokong dari 16 klaster unggulan Perhutanan Sosial, yang di antaranya seperti biji kopi, madu, kelapa, kayu putih, rotan dan bambu, getah, tanaman pangan, hingga wisata alam.