Kegiatan ini biasanya berlangsung selama beberapa hari, dan menjadi bagian penting dari tradisi adat setempat yang meriah dan penuh semangat.
BACA JUGA:Harhubnas 2025, Wali Kota Maulana Serukan Kolaborasi Membangun Transportasi Aman dan Nyaman
BACA JUGA:Danantara Tambah KUR Perumahan, Target Rp250 Triliun 2026
Seiring perkembangan zaman, acara ini mengalami transformasi menjadi festival budaya modern yang mencerminkan identitas masyarakat Kuantan Singingi.
Tak hanya sebagai hiburan rakyat, Pacu Jalur juga menjadi ajang silahturahmi dan pelestarian nilai-nilai tradisional.
Asal-Usul Pacu Jalur dari Zaman Dulu
Sejarah panjang Pacu Jalur diyakini bermula sejak abad ke-17, saat jalur digunakan sebagai alat transportasi utama oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Kuantan.
BACA JUGA:Joe Taslim Dorong Sineas Lokal Konsisten Produksi Film Berkualitas untuk Go Internasional
BACA JUGA:Tampil Rapi dan Stylish, Ini Ide Outfit Cowok Bergaya Clean Loo
Keterbatasan infrastruktur darat membuat perahu besar ini menjadi satu-satunya cara untuk berpindah antarwilayah.
Pada masa awalnya, jalur tidak memiliki hiasan apa pun dan hanya berfungsi sebagai kendaraan air. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai menambahkan elemen artistik seperti ukiran kepala hewan buaya, ular, atau harimau, serta perlengkapan dekoratif seperti payung dan selendang warna-warni.
Kehadiran ornamen ini kemudian menjadi penanda status sosial, di mana jalur digunakan oleh kalangan bangsawan dan tokoh masyarakat.
Perubahan fungsi jalur dari alat transportasi menjadi perahu lomba dimulai ketika masyarakat mengadakan balapan untuk merayakan hari-hari besar, seperti Idul Fitri, Maulid Nabi, hingga Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
BACA JUGA:Efisiensi TKD, Mendagri Fokuskan Anggaran ke Program yang Langsung Sentuh Rakyat
BACA JUGA:Penghargaan Tinggi dari Tim Nasional : Kota Jambi Selangkah Lagi Raih Wistara Paripurna
Lomba ini lambat laun berkembang menjadi tradisi tahunan yang mengakar kuat di tengah kehidupan masyarakat Kuantan Singingi.