JAMBI - Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi (UNJA) mengelar Sidang Promosi Doktor atas nama Filpan Fajar Dermawan Laia. Sidang digelar di Ruang Prof. Dr. Bahder Johan Nasution, S.H., M.Hum, Fakultas Hukum Kampus UNJA Telanaipura, Kota Jambi, pada Kamis 7 Maret 2024.
Sidang Terbuka Promosi Doktor merupakan bentuk dari seorang yang telah berhasil menuntaskan Studi Program Doktor yang sudah diteliti dalam tugas akhirnya. Pada sidang terbuka tersebut dilakukan secara tatap muka.
Dr. Filpan Fajar Dermawan Laia, SH., M.H berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Penyelesaian di Luar Pengadilan Terhadap Tindak Pidana Korupsi dengan Kerugian Negara yang Kecil dalam Perspektif Ius Constituendum" di depan para pengujinya.
Tim Penguji Sidang Promosi Doktor tersebut Dr. Usman, S.H., M.H. (Ketua); Dr. Dwi Suryahartati, S.H., M.Kn. (Sekretaris); Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum. (Penguji Utama/Penguji Eksternal); Lalu Prof. Dr. Sukamto Satoto, S.H., M.H. (Anggota).
BACA JUGA:Waspada! Ancaman Penyakit yang Mengintai Anak Gemuk
BACA JUGA:Gubernur Jambi Usulkan Penambahan Kuota Peremajaan Sawit Rakyat
Selanjutnya, Prof. Dr. Helmi, S.H., M.H. (Anggota); Dr. Elly Sudarti, S.H., M.Hum. (Anggota); Prof. Topo Santoso, S.H., M.H., Ph.D. (Promotor); dan Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.Hum. (Ko-Promotor).
Setelah memaparkan disertasinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dewan penguji, Dr Filpan Fajar Dermawan Laia, SH., M.H ditetapkan sebagai Doktor Ilmu Hukum dengan predikatnya Cumlaude dengan IPK 3,93.
Usai sidang terbuka promosi, Dr Filpan Fajar Dermawan, SH MH, menerangkan, dalam tindakan penanganan tindak pidana korupsi bukan hanya semata bagaimana menghukum orang maksimal. Tetapi filosofinya, bagaimana pemulihan keuangan negara.
“Setelah saya teliti dan mengemukakan beberapa pendekatan, makanya saya berani dalam disertasi, terhadap tindak pidana korupsi dapat diselesaikan di luar pengadilan. Tapi bukan seluruh tindak pidana korupsi dapat diselesaikan di luar pengadilan,” terangnya.
BACA JUGA:Tak Semua Lahan Tertanam
BACA JUGA:WHO Ingatkan Ancaman Penyakit Tropis di Indonesia
Penerapan tindak pidana korupsi ini di luar pengadilan sudah juga diterapkan di beberapa negara, seperti Malaysia, Kanada, Francis, dan Belanda.
“Kita harus memahami roh penangan di luar pengadilan ini, bagaiman pengembalian kerugian negara lebih bermanfaat. Contoh, penangan dari tinkat penyidikan hingga penuntutan dan eksekusi, itu memerlukan cost biaya negara yang dikeluarkan. Untuk satu perkara itu Rp 250 juta, sedangkan kita terkadang menghadapi dilema perkara dengan kerugian negara di bawah Rp 250 juta, seperti Rp 50 juta,” ungkapnya.
Sehingga, lanjutnya, dibuat mekanisme adanya ruang untuk pengembalian kerugian negara dan cost biaya negara tidak banyak.