Rayon Sritex
Dahlan iskan--
Apa yang bisa diperbuat pemerintah untuk "masuk" ke kasus kepailitan Sritex? Tidak bisa apa-apa.
Kasus ini sepenuhnya wewenang yudikatif, lembaga peradilan.
Tapi pemerintah kelihatannya tetap cari jalan. Memang bisa saja. Lewat jalan memutar.
Pemerintah pernah sukses menyelamatkan Garuda Indonesia dari gugatan pailit. Bahkan bisa dapat potongan utang sampai sekitar 80 persen. Sisanya pun separonya dibayar dengan saham.
Tapi yang dibela saat itu perusahaan negara. Sedang Sritex sepenuhnya swasta.
Kepentingan pemerintah di Sritex sebatas membela buruh yang jumlahnya mencapai 30.000 orang. Nasib buruh hanya bisa selamat kalau perusahaan kembali beroperasi.
Kini keputusan sepenuhnya di tangan empat orang kutaror. Pemilik lama tidak punya kuasa apa-apa sama sekali. Direksi yang ada juga tidak boleh lagi bekerja.
Apakah kurator punya niat untuk menghidupkan kembali Sritex?
Sampai sejauh ini belum ada indikasi ke mana arah kurator.
Pertanyaan saya pun tidak dijawab.
Di sinilah pemerintah punya jalan. Bukan jalan lurus. Harus memutar. Yakni lewat bank-bank milik pemerintah. Terutama BNI.
Utang Sritex ke BNI sangat besar: hampir tiga triliun rupiah. Tepatnya: Rp 2,99 triliun.
Sebagai kreditor besar Sritex, BNI --dan bank pemerintah lainnya-- bisa aktif berkomunikasi dengan kurator dan hakim pengawas.
Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk pengadilan untuk mengawasi kurator. Satu hakim.
Hakim pengawas bisa mengusulkan memberhentikan kurator. Juga bisa menolak usulan kurator. Bisa tidak setuju dengan langkah kurator.
Maka pemerintah baiknya memerintahkan direksi bank-bank miliknya untuk mengajukan permintaan ke hakim pengawas. Yakni agar mendorong kurator memutuskan untuk menjalankan kembali perusahaan.
Soal siapa manajemen yang menjalankanmya kurator bisa mencari ke mana-mana. Bahkan diperbolehkan memilih manajemen lama. Hanya saja manajemen lama harus tunduk pada putusan kurator.
Sebenarnya dalam proses persidangan kepailitan, pemilik lama, dan manajemennya, pasti diberi kesempatan bersuara. Khususnya mengenai niat baiknya untuk melunasi utang. Dari situ majelis hakim bisa menilai apakah niat baik tersebut masuk akal.