Meski tidak diketahui secara pasti, namun terdapat dugaan bahwa posisi tidur bayi dapat mempengaruhi kondisi ini, misalnya bayi tidur tengkurap, atau tidur menyamping.
Pasalnya, tidur dengan posisi perut bayi di bawah dan menempel di kasur dapat menyebabkan terhambatnya saluran napas, sehingga proses pernapasan menjadi terganggu dan meningkatkan risiko terjadinya pernapasan ulang.
Rebreathing adalah kondisi di mana bayi menghirup karbondioksida yang dikeluarkan dari napasnya sendiri, sehingga ia kekurangan oksigen selama tidur.
BACA JUGA:Konsisten Berhenti Merokok Selama 10 Tahun Dapat Turunkan Risiko Kanker Paru-Paru
BACA JUGA:Bea Cukai Tegal Amankan 602.180 Batang Rokok Ilegal
Risiko ini akan meningkat jika ada banyak mainan atau boneka di dekat tempat tidur.
Rokok menjadi salah satu faktor risiko.
“Anak perokok, memiliki 3 kali risiko SIDS dan meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap per hari,” ujarnya.
Pertumbuhan dan perkembangan paru-paru pada anak perokok juga akan terganggu dengan terjadinya penurunan fungsi paru.
Laju napas juga cepat dan volume semenit yang lebih tinggi pada neonatus.
Menurut Piprim, Indonesia telah memiliki regulasi agar anak-anak semakin sulit mendapatkan rokok.
BACA JUGA:Rokok Elektrik Kena Pajak 10 Persen, Berlaku Mulai 1 Januari 2024
BACA JUGA:Ribuan Buruh Rokok di Kudus Deklarasikan Dukungan Kepada Prabowo-Gibran
“Regulasinya ada, tapi kenyataan di lapangan, anak-anak sangat mudah mendapatkan akses rokok,” ucao Piprim pada temu media Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kementerian Kesehatan, Rabu, 29 Mei 2024.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah secara utuh ikut serta memperketat aturan terkait perolehan rokok bagi anak-anak.
"Jadi saya kira dari pihak pemerintah, mungkin bukan hanya dari Kemenkes dan Kementerian PPA, tapi juga dari Kementerian Perindustrian, Perdagangan, seperti apa regulasinya supaya rokok itu tidak mudah diperoleh oleh anak-anak,” tandasnya.(*)