JAMBI – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan ahli pajak, di persidangan dengan terdakwa seorang pensiunan PNS Pelayanan Kantor Pajak Pratama Jambi, bernama Muhammad Nasir.
M Nasir telah melakukan korupsi dengan memalsukan kwitansi penyetoran pajak PPh tanah dan bangunan yang kosong, bersama Syaekhul Hadi selaku karyawan Notaris Nova Herawati, dan Solihin, yang dilakukan pada tahun 2016 hingga paruh waktu 2019.
Ahli dalam persidangan ini yang didatangkan, merupakan ahli pajak, yaitu Reginaldi. Dia menerangkan tentang tindak pidana perpajakan, yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Ada di pasal 38 yang berbunyi bahwa setiap orang yang tidak memberikan surat pemberitahuan, atau surat yang tidak benar dan tidak lengkap atau menyampaikan keterangan yang isinya tidak benar. Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali,” jelas Reginaldi, ahli pajak.
BACA JUGA:Polres Bungo Cek SPBU, Antisipasi Kecurangan Penjualan BBM
BACA JUGA:Polda Jambi Gelar Rakor Operasi Ketupat 2024
Lebih lanjut, ahli pajak juga menjelaskan tindak pidana pajak yang tertera dalam UU KUP pasal 39 ayat 1 pasal 39 ayat 3, pasal 39 A, dan pasal 43.
“Terkait dengan pasal 38, 39, dan 39 A. Tolong jelaskan poin ahli 16,” ujar Teti Kurnia Ningsih, salah satu Jaksa Penuntut Umum.
“Pertanyaan no 16, menerangkan apa yang dimaksud dengan tindak pidana perpajakan, adalah segala perbuatan hukum yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, yaitu penerimaan yang diterima atau yang seharusnya diterima, tetapi tidak jadi diterima. Dan atau pajak yang dikembalikan, tetapi seharusnya tidak dikembalikan yang dilakukan akibat perbuatan yang melanggar hukum,” jelas Reginaldi.
Sedangkan ruang lingkup yang termasuk ke dalam tindak pidana perpajakan, yaitu tertera dalam pasal 38, pasal 39, dan pasal 39 A.
BACA JUGA:Soal 'Kolam' di Jalan Pattimura, Kadis PUPR Kota Jambi Sebut Itu Bukan Jalan Kota
BACA JUGA:Fasha Makin Condong ke HAR
Pada kasus ini, bahwa M. Nasir dan dua orang rekannya termasuk ke dalam tindak pidana perpajakan. Menurut ahli pajak terkait kerugian yang dialami negara, bukan bidang keahliannya mengenai hal tersebut. Sidang akan kembali dilanjutkan pada 23 April 2024 mendatang. (Mg03/enn)