Gercep Jambi Meredam Inflasi

Muhammad Ridwansyah-JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent

Pendekatan   yang   proaktif   dan   kolaboratif   memberikan    keyakinan    kepada masyarakat bahwa pemerintah daerah serius dalam menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, Gubernur Jambi juga menggarisbawahi   pentingnya   menjaga   pasokan   pangan   yang   aman    dan    berkualitas, terutama bagi masyarakat yang paling membutuhkan.

Sembilan langkah starategis yang diambil, antara lain: (1) Penguatan koordinasi, TPID Provinsi Jambi dan Kab/Kota, serta dialog antara Gubernur Jambi dengan distributor bahan pangan strategis; (2) Penguatan Data/Informasi; (3) Operasi Pasar, gerakan pasar murah dan subsidi harga; (4) Memantau tata niaga komoditi penyumbang inflasi mulai pola tanam sampai distribusi; (5) Mengalokasikan anggaran program/kegiatan OPD yang mendukung pengendalian inflasi; (6) Memanfaatkan penggunaan tekhnologi informasi dalam meningkatkan produktivitas pertanian; (7) Meningkatkan sinergi dengan BI dan BULOG dalam intervensi pasar; (8) Meningkatkan inovasi daerah untuk meningkatkan produktivitas pertanian; (9) Mendorong penggunaan CSR untuk membantu pengendalian inflasi khususnya penguatan infrastruktur dan rantai pasok.

BACA JUGA:Mukti Sebut Pembangunan Daerah Selaras Nasional

BACA JUGA:Berebut Tuah Partai Dakwah di Pilgub Jambi, Romi dan Haris Kembalikan Formulir ke DPW PKS

Fokus perhatian.

Bank Indonesia (2023) mencatat   bahwa   penyumbang   inflasi   di   Provinsi   Jambi adanya kelompok “volatile food”, yakni komoditas bahan pangan dan pertanian antara lain: cabai merah, beras, minyak goreng, bawang merah,   tomat,   daging   ayam   ras   dan daging sapi. Bahan-bahan ini memiliki peran krusial dalam menyediakan makanan bagi masyarakat sehingga perubahan harga komoditas ini, dapat secara langsung mempengaruhi indeks harga konsumen (IHK) dan mengakibatkan inflasi.

Penyumbang terbesar inflasi di Provinsi   Jambi   adalah   Beras   (57   –   65   persen). Bulog mengatakan pendistribusian beras di Kota   Jambi   diperkirakan   rata-rata   70   ton   per hari dari Januari-Desember 2024. Dengan ketersediaan beras ini diharapkan dapat menjaga kestabilan harga.

Fokus kebijakan diarahkan pada   upaya   penurunan   tingkat   infasi   di   Kabupaten Kerinci sehingga akan menurunkan tingkat inflasi gabungan di Provinsi Jambi   secara signifikan. Kabupaten Kerinci mengalami paradok ekonomi mengingat   kabupaten   ini merupakan sentra produksi kelompok “volatile food” seperti beras dan cabai merah, kenyataannya pada triwulan II 2024 kabupaten ini justru mengalami inflasi tertinggi (6,09 persen).

BACA JUGA:Fadhil-Bakhtiar Mantapkan Jilid II, Pada Pilbup Batanghari 2024-2029

BACA JUGA:Puan Sebut Negara MIKTA Penting Jadi Jembatan Antarkekuatan Besar

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ningsih, I. W., Wahyuni, I., & Malik, A. (2020) menyimpulkan   seharusnya   pasar   produk   holtikultura   terutamanya   cabai   untuk Provinsi Jambi, sebetulnya mampu dipenuhi oleh produksi dari Kabupaten Kerinci. Namun, pada kenyataannya, target pasar rantai pasok produk hultikultura dalam hal ini cabai justru di bawa ke Sumbar dan Riau. Pada sisi yang lain, jalur transportasi dari Kerinci ke Kota Jambi merupakan jalur yang sering terhambat oleh   angkutan   batu   bara,   sehingga menimbulkan ekstra biaya pagi pedagang cabai.

Pemerintah   daerah   Provinsi   Jambi   perlu   mengupayakan   koordinasi    dalam   rantai nilai (value chain) komoditas cabai agar menyediakan insentif yang   lebih   besar   kepada mereka yang terlibat, mulai dari petani, pedagang hingga konsumen akhir. Ini berdampak kepada meningkatnya motivasi   petani   cabai   dalam   melakukan   produksi   secara   terus menerus.

Mengatasi masalah   distribusi,   berkaitan   dengan   rantai   pasokan   yang   dapat berdampak pada harga optimal karena terjadi pasokan yang stabil. Pemerintah juga harus memastikan ongkos transportasi agar tidak mengalami kenaikan yang tinggi.

Perhatian   ekstra   harus   diberikan   ke   pasar   tradisional.   Menurut    Gabungan Perusahaan   Makanan   dan   Minuman,   85-90   persen   warga   masih   menggantungkan   pada pasar tradisional untuk   memenuhi   kebutuhan   sehari-hari.   Sisanya   berbelanja   di   pasar modern. Jika pasokan dan harga di pasar tradisional bisa dijaga, harga pangan akan stabil.

BACA JUGA:Kelakar Jokowi Usai Lengser

Tag
Share