Tambang Bumi

Dahlan iskan--

Zaman berubah. Generasi berganti. Yang dulu gagal bisa saja menjadi berhasil. Atau tetap saja gagal karena terlalu percaya diri, emosi, mau hasil yang instan, dan tidak mau belajar dari kegagalan. 

Di kalangan NU sendiri masih banyak yang bertanya-tanya. Bahkan dengan nada nyinyir. Misalnya: "kok diberi tambang bekas. Tambang bekas KPC. Bekas tambang itu berbeda dengan bekas kandang ayam".

BACA JUGA:Komitmen Tingkatkan Kualitas Pelayanan

BACA JUGA:Rencana Tambah 4 Armada, Tunjang Keefektifan Pengelolaan Sampah 

Pilihan kata 'bekas tambang' memang sungguh tidak tepat. Yang akan diserahkan ke NU itu adalah lahan yang belum digarap yang awalnya milik KPC. 

Selama ini KPC mendapat izin terlalu luas. Sesuai dengan peraturan baru luasan itu harus dikecilkan. Setelah dikurangi pun lahan KPC masih 85.000 hektare. 

KPC, Anda sudah tahu: milik konglomerat Aburizal Bakrie. Satu tahun KPC memproduksi 60 juta ton 

 batubara. Hitung sendiri kalau harga batubaranya 80 dolar perton. 

BACA JUGA:Kantongi Sabu 10,32 gram, Warga Gunung Kembang Sarolangun Diamankan Polisi

BACA JUGA:50 Tamu Haji Indonesia Kembali dari Madinah setelah Ibadah Gratis di Tanah Suci

Saya belum tahu NU akan mendapat berapa puluh ribu hektare. Yang jelas hasilnya akan sangat besar. 

Kualitas 

 batubara di lahan KPC, di Sangatta, Kaltim, itu istimewa. Ibarat wanita dia sekelas Sandra Dewi --10 tahun lalu. Kandungan kalori batubaranya di atas 6000. Jadi rebutan pasar internasional. Sangat laris di pasar ekspor. 

PLTU di dalam negeri tidak kuat membeli batubara dengan mutu sebagus itu. PLTU di dalam negeri cukup dengan kadar kalori 3000 sampai 4000. 

Kadar sulfur batubara dari lokasi NU itu juga istimewa: sangat rendah. Tidak sampai 1. Negara-negara maju pasti berebut batubara dengan kadar sulfur serendah itu: tidak banyak mengeluarkan emisi. Menurunkan kadar keharamannya. 

Tag
Share