Data-data-isme

Adey Sucuk Zakaria-IST/Jambi Independent-Jambi Independent

Jika sudah begini stereotipikal perpustakaan hanya menjadi gudang buku dan akan terus melekat generasi bergenerasi. Kendati tak ada yang salah dengan atribut tersebut. Namun secara esensial perpustakaan masih jauh menyimpan potensi untuk menjadi pusat data dan informasi secara shahih.

Apalagi jika kita harus membedah ulang UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Diskursus tentang pengelolaan data begitu gamblang tertulis bahkan sudah ada di halaman pertama. Alih-alih ter-rekontekstualisasi, diperlukan adanya professional standpoint dalam menyelami semesta data. 

Sehingga pada paruh ketiga tulisan ini sampailah pada deduksi. Terdapat dua opsi mendesak yang dimiliki perpustakaan yaitu pertama, keluar dan menasbihkan eksistensinya menjadi pusat data dan informasi secara holistik menyentuh seluruh bidang keilmuan. Kedua, tetap berkutat pada metadata yang usang dan mengabaikan data-data krusial selingkar disiplin ilmu yang ada secara repetitif layaknya Sisifus. Sehingga kebermanfaatannya tidak bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Perdebatan progresifnya kemudian adalah mau pilih yang mana? Tabik!

*) Penulis merupakan Pustakawan Ahli Muda Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Jambi, Alumni Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (PD-IPI) Provinsi Jambi, Anggota Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII), dan Finalis Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2019.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan