24% Anak di Indonesia Jadi Korban Kekerasan Digital: Regulasi Berbunyi, namun Perlindungan Masih Sunyi

Anak anak sedang bermain handphone. Saat ini 24 persen anak Indonesia mengalami kekerasan digital -Foto : ilustrasi-Jambi Independent
Pelatihan Konsisten untuk Orang Tua dan Guru
Orang tua dan guru harus menjadi garda terdepan dalam mendampingi anak di dunia maya. Oleh karena itu, pelatihan yang berkesinambungan perlu diadakan oleh pemerintah daerah bersama Dinas Pendidikan dan lembaga perlindungan anak. Materi pelatihan mencakup cara mengenali risiko daring, mencegah anak terpapar konten berbahaya, dan langkah tanggap saat anak menjadi korban.
Layanan Pengaduan yang Mudah Diakses Anak
Saluran seperti LAPOR!, hotline KPAI, dan kanal aduan Kominfo harus lebih ramah anak dan mudah ditemukan, mudah digunakan, dan aman. Misalnya, dengan menghadirkan chatbot yang komunikatif, aplikasi ringan, atau tombol pelaporan langsung di platform yang digunakan anak sehari-hari.
Penegakan Hukum dan Pembentukan Tim Penanganan Khusus
Regulasi perlindungan anak di dunia digital perlu diperbarui agar lebih responsif terhadap perkembangan teknologi. Selain itu, dibutuhkan tim khusus lintas Lembaga melibatkan Kominfo, KPAI, Bareskrim, hingga Kementerian PPPA untuk menangani kasus kekerasan digital anak secara cepat dan tuntas.
Penutup: Kekerasan jangan dianggap biasa, Meski Terjadi di Dunia Maya
Apakah negara benar-benar hadir melindungi anak, atau sekadar muncul dalam bentuk aturan tertulis dan kampanye digital yang bersifat simbolis? Bagi anak-anak masa kini, dunia digital sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan nyata. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap mereka tak cukup sekadar tercantum dalam dokumen kebijakan, melainkan harus diwujudkan melalui langkah nyata yang benar-benar berdampak dalam kehidupan sehari-hari. (*)