Baleg Evaluasi Presidential dan Parliamentary Threshold dalam Pembahasan RUU Pemilu Prioritas 2026

Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI .-ist-
PADANG – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, memaparkan sejumlah isu penting yang akan menjadi fokus dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), yang telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2026.
Dalam diskusi publik bertema Desain Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu yang digelar oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Doli menekankan bahwa banyak persoalan mendasar yang harus dikaji secara menyeluruh agar sistem pemilu Indonesia semakin berkualitas dan demokratis.
Salah satu isu utama adalah mengenai sistem pemilu yang digunakan. Menurut Doli, saat ini Indonesia masih menggunakan sistem proporsional terbuka, namun wacana perubahan ke sistem campuran—antara proporsional terbuka dan tertutup—terus berkembang.
"Kita sedang mengkaji kemungkinan penggunaan sistem campuran agar kualitas representasi politik dan demokrasi kita bisa meningkat," jelasnya.
BACA JUGA:Soal SD Kelas 1 Jadi Sorotan: Terlalu Sulit dan Tak Sesuai Usia
BACA JUGA:Indonesia–Turki Perkuat Arah Baru Kerja Sama Industri Strategis
Doli juga mengangkat persoalan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan presidential threshold tidak konstitusional, ia menilai perlu ada langkah lanjutan untuk menyesuaikan regulasi tersebut dalam UU Pemilu.
"MK meminta agar pembuat undang-undang melakukan rekayasa konstitusional yang menghasilkan jumlah kandidat presiden yang ideal, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit," ungkapnya.
Terkait parliamentary threshold, Doli menyebut MK juga secara tidak langsung menginstruksikan agar angka ambang batas parlemen, yang kini berada di angka empat persen, dikaji kembali dan mungkin diturunkan.
BACA JUGA:Harga Emas Antam Naik Tipis Rp1.000, Kini Dijual Rp2,123 Juta per Gram
BACA JUGA:Temuan Mengejutkan: Seorang Pria Miliki Tiga Ginjal, Diketahui Saat Periksa Nyeri Punggung
Pengurangan Besaran Daerah Pemilihan
Hal krusial lainnya adalah penataan besaran kursi dalam setiap daerah pemilihan (dapil). Doli menilai, jumlah kursi per dapil yang terlalu besar membuat pemilih kesulitan mengenali para calon legislatif.
"Kita ingin mempersempit besaran kursi per dapil agar calon yang tampil di surat suara lebih mudah dikenali pemilih. Ini penting untuk meningkatkan kualitas pemilu kita," ujarnya.
Metode Konversi Suara ke Kursi
BACA JUGA:Polsek Jelutung Klarifikasi Insiden Simpang Kawat Jambi, Pastikan Tidak Ada Penjarahan
BACA JUGA:Dari Guru hingga Petani, Emas Jadi Tabungan Andalan
Selain itu, Baleg juga menilai pentingnya pembahasan ulang terkait metode konversi suara menjadi kursi di parlemen. Peninjauan ini bertujuan agar hasil pemilu lebih proporsional dan adil bagi semua peserta.
Menurut Doli, RUU Pemilu sejatinya telah masuk agenda pembahasan sejak awal 2025. Namun karena belum ada alat kelengkapan dewan (AKD) yang mengusulkan secara resmi, maka Baleg mengambil inisiatif untuk kembali mendorong pembahasan dan memasukannya dalam daftar Prolegnas Prioritas 2026. (*)